Suara.com - Indonesia Police Watch (IPW) mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian dalam menangkap pendemo yang melakukan aksi protes terkait rencana pengesahan RUU Pilkada di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8/2024).
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (23/8/2024), menjelaskan bahwa demonstrasi merupakan penyampaian pendapat di muka umum dan merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945. Penjaminan itu bahkan dituangkan dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Protes mahasiswa dan publik DPR RI adalah tindakan konstitusional untuk mengingatkan anggota DPR agar taat pada konstitusi karena substansinya sudah sangat jelas diatur dalam undang-undang, sehingga sudah tepat bila mahasiswa menyuarakan protes dengan demo,” kata dia.
Oleh karena itu, IPW mendesak Polri agar dapat meningkatkan profesionalisme para anggotanya di lapangan dengan melatih dan mendidik para personel untuk memahami Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
“Terhadap anggota polisi yang melakukan kekerasan dengan tidak mengindahkan prosedur dalam perkap tersebut, harus diproses etik dan pidana,” ucapnya.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi menyebutkan telah menangkap sebanyak 301 orang dalam demo menolak RUU Pilkada di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, pada Kamis (22/8).
"Ada 301 orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Timur, Polres Metro Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan jajaran polsek," katanya.
Dia menjelaskan sebanyak 301 orang diamankan atas dugaan perusakan fasilitas umum DPR hingga tindakan kekerasan terhadap anggota yang bertugas.
"Orang yang ditangkap mengganggu ketertiban, merusak, tidak mengindahkan dan bahkan ada yang melakukan kekerasan. Kalau polisi bertindak sesuai prosedur, tapi mereka merusak dan melempari aparat, apa mereka tidak salah?," tambahnya. (Sumber: Antara)