Suara.com - Mantan General Manager PT Timah Tbk Ahmad Samhadi mengungkap keterlibatan Dirnarkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa yang pada 2016 masih berpangkat Kombes dalam kasus korupsi timah.
Hal itu diungkapkan Sahmadi saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Ahmad menyebut Mukti sebagai admin group WhatsApp bernama ‘New Smelter’ yang dibuat untuk PT Timah berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan smelter dalam penambangan bijih timah secara ilegal.
"Adminnya setahu saya, Kombes Mukti, Polda Kepulauan Bangka Belitung,” kata Ahmad di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Dia menyebut, awalnya tak mengenali Harvey Moise sebagai perwakilan dari PT Renfind Bangka Tin, kemudian baru mengetahui setelah masuk dalam group tersebut.
"Dari forum para pemilik smelter itu dibuatlah group WhatsApp," ujar Ahmad.
Lebih lanjut, Ahmad menyebut bahwa dalam grup WA tersebut terdiri dari 25 sampai 30 orang yang terdiri dari 20 hingga 22 smelter serta dua orang dari kepolisian.
Ahmad menjelaskan, grup chat 'New Smelter' itu digunakan untuk memantau produksi tambang bijih timah yang melalui perusahaan boneka atau cangkang, PT Timah membeli dan/atau mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
"Jadi yang paling cepat yang mulia, yang untuk meningkatkan produksi adalah program SPH, sisa hasil tambang," ucap Ahmad.
Baca Juga: Intip Crazy Rich PIK Helena Lim Jalani Sidang Perdana Kasus Korupsi Timah
Sidang Lanjutan Harvey Moeis
Diketahui, Harvey Moeis menjalani sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tipikor, hari ini.
Dalam kasus ini, Harvey didakwa melakukan pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Akbar selaku Direktur Operasional PT Timah serta 27 pemilik smelter swasta lainnya untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwi atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.
Selain itu, Harvey juga didakwa melakukan permintaan kepada sejumlah perusahaan penambang timah swasta untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar USD 500-750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh terdakwa atas nama PT Refined Bangka Tin, dengan total Rp420 miliar.
Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut menerima uang panas Rp420 miliar dari tindak pidana korupsi tata niaga wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022.
“Memperkaya Harvey Moeis, dan Helena Lim setidak-tidak ya Rp420 miliar” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).