Putusan MK Diabaikan DPR, Media Amerika Serikat Soroti Sekutu Jokowi Picu Kemarahan Warga

Andi Ahmad S Suara.Com
Kamis, 22 Agustus 2024 | 13:38 WIB
Putusan MK Diabaikan DPR, Media Amerika Serikat Soroti Sekutu Jokowi Picu Kemarahan Warga
Massa aksi yang terdiri dari sejumlah elemen buruh, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diabaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI nampaknya mendapatkan sorotan dari banyak pihak, seperti media asing.

Dilihat dari web Bloomberg (Yang Merupakan Media Amerika Serikat) menyebut bahwa DPR telah membuat gaduh, lantaran mengabaikan putusan MK.

Bahkan media asing itu menyebut aksi DPR yang abaikan putusan MK tersebut benuk upata putra bungsu Presiden Joko Widodo agar bisa maju di Pilkada 2024.

Sekedar informasi yang beredar bahwa, Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pengarep berupaya maju sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Tengah pada Pilkada 2024.

Baca Juga: Ikut Demo di DPR, Andovi Da Lopez Curhat Dituduh Sebarkan Ajakan Kekerasan: Mohon Segera Datang ke Bareskrim

Judul yang ditayangkan media tersebut berbunyi 'Sekutu Jokowi Picu Kemarahan dengan Tindakan yang Meremehkan Putusan Pengadilan'.

Informasi tambahan, saat ini sejumlah komika ikut meramaikan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis, untuk berpartisipasi dalam pengawalan terhadap dua putusan krusial Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tahapan pencalonan kepala daerah dalam Pilkada 2024 yakni Putusan Nomor 60 dan 70.

Mereka adalah Arie Keriting, Mamat Alkatiri, Abdel, Bintang Emon dan lainnya.

Tidak hanya melakukan unjuk rasa, beberapa komika juga berorasi bersama sejumlah elemen dari Partai Buruh, mahasiswa dan lainnya mengenai keputusan MK itu.

"Kami hadir disini karena ingin menunjukkan solidaritas karena kami sudah capek, karena kami selama ini punya harapan tipis-tipis tapi ternyata wakil kita di DPR tidak mewakili suara rakyat, " kata Arie.

Baca Juga: Gelar Kehormatan dan Penghargaan Erina Gudono, Kini Dicibir Gegara Pamer Hidup Hedon

Sementara itu Mamat Alkatiri, komika asal Papua juga menyuarakan agar rakyat jangan sampai mau dipecah belah oleh para wakil rakyat di DPR.

"Kita tinggalkan ego kita karena mereka takut kita bersatu. Jadi, teman-teman datang ke sini karena inspirasi sendiri, mereka (anggota DPR) takut karena kita jadi banyak, " katanya.

Selain itu, Bintang Emon juga mengungkapkan kedatangannya tidak untuk mewakili siapapun, bukan perseorangan, bukan juga dari ormas atau partai apapun.

"Kita dikumpulkan disini karena kemarahan kita, " ucapnya.

Bintang juga menyebutkan banyak keputusan-keputusan dari para anggota DPR yang tidak masuk akal.

Oleh karena itu, saat ini adalah saatnya rakyat untuk melawan.

"Berikan kami kompetisi yang baik, agar kita menghasilkan pemimpin-pemimpin yang baik, " jelasnya.

Sebelumnya, Selasa (20/8), MK memutuskan dua putusan krusial terkait tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia itu dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

Namun, pada Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada itu.

Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.

Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan MK yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukan hanya bagi partai non parlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI