Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Salah satu muatan krusial RUU Pilkada yang disepakati DPR dan Pemerintah ialah perubahan Pasal 40 UU Pilkada yang mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada, dengan memberlakukannya hanya bagi partai nonparlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.
Sedangkan, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap mengikuti aturan lama, yakni minimal 20 persen perolehan kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah.
Berikut ketentuan Pasal 40 yang diubah:
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD provinsi dapat mendaftarkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilin tetap sampai dengan 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.
Pada Selasa (20/8), Mahkamah Konstitusi memutuskan putusan krusial terkait dengan tahapan pencalonan kepala daerah, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.
Baca Juga: Baleg Abaikan Putusan MK, Analis: DPR Telah Kangkangi Konstitusi, Harus Dilawan Lewat Demonstrasi