Suara.com - Dosen Universitas Indonesia (UI), Ali Abdillah membalas cuitan eks mahasiswanya, William Aditya Sarana yang kini menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) soal DPR tak perlu mengikuti Mahkamah Konstitusi. Dengan gamblang Ali membantah pernyataan William lengkap dengan penjelasannya.
Melalui akun X miliknya, @ali_abdillah_ mengungkapkan kekesalannya melihat cuitan William dengan menyatakan menyesal meluluskan William saat sidang skripsi.
"Emang paling bener waktu sidang skripsi nggak gua lulusin ni bocah," ujar Ali, dikutip Rabu (21/8/2024).
Ali mengatakan, apa yang dicuitkan William sepenuhnya salah. Ia menyebut putusan MK bersifat final dan mengikat.
Baca Juga: Abaikan Putusan Baleg, PDIP Tetap Usung Calon Sendiri Di Pilkada Jakarta
"Putusan MK final dan mengikat, wajin diikuti semua LN (lembaga negara), urusan enforcement emg jadi isu, tapi kaidah utamanya tetap final dan binding (mengikat)," ucapnya.
Ia juga membantah ucapan William yang menyatakan DPR dan MK memiliki peran sama sebagai penafsir MK.
"Udah nggak ada istilah lembaga tinggi negara pasca amandemen UUD 1945. Ini dibahas mata kuliah LNI 3. Penafsir utama konstitusi itu MK," jelas Ali.
Lebih lanjut, ia mengingatkan William agar menyampaikan pernyataan dengan benar, bukan malah mengesampingkan kebenaran karena pilihan politik.
"Nggak masalah dengan pilihan politik, mau lu gabung KIM (Koalisi Indonesia Maju) plus kimplas, tapi mbok ya kalau komen yang bener gitu lo," pungkasnya.
Baca Juga: Ketua MKMK Sebut Baleg DPR Telah Membangkang Dari Putusan Pengadilan
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William menyatakan DPR tak harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, kedua lembaga ini memiliki produk yang berbeda.
Hal ini disampaikannya melalui akun media sosial X miliknya, @WillSarana. William menyebut kedua lembaga memang lembaga tinggi yang berkaitan dengan konstitusi.
Pernyataan William ini berkaitan dengan rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang merevisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"DPR tidak harus mengikuti Putusan MK. Keduanya sama-sama paham konstitusi. Keduanya sama-sama lembaga tinggi negara," ujar William, Rabu (21/8/2024).
Ketua Fraksi DPRD DKI Jakarta ini menyebut MK dan DPR sama-sama memiliki wewenang untuk menafsirkan konstitusi.
"Keduanya adalah penafsir konstitusi, DPR hasilnya UU, MK hasilnya putusan," pungkasnya.
Cuitan William ini lantas menuai respons negatif. Sejumlah warganet membalas kekesalan itu dengan membalas cuitan tersebut.
"Masih muda kok udah sebodoh ini," kata akun @raf_______.
"Bodoh jangan diborong ya dek, jangan ya," balas @rey_________.