Suara.com - Ketua Dewan Pimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, menyatakan DPR tak harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, kedua lembaga ini memiliki produk yang berbeda.
Hal ini disampaikan William melalui akun media sosial X miliknya, @WillSarana. William menyebut kedua lembaga memang lembaga tinggi yang berkaitan dengan konstitusi.
Pernyataan William ini berkaitan dengan rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang merevisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"DPR tidak harus mengikuti Putusan MK. Keduanya sama-sama paham konstitusi. Keduanya sama-sama lembaga tinggi negara," ujar William, Rabu (21/8/2024).
Ketua Fraksi DPRD DKI Jakarta ini menyebut MK dan DPR sama-sama memiliki wewenang untuk menafsirkan konstitusi.
"Keduanya adalah penafsir konstitusi, DPR hasilnya UU, MK hasilnya putusan," pungkasnya.
Cuitan William ini lantas menuai respons negatif. Sejumlah warganet membalas kekesalan itu dengan membalas cuitan tersebut.
"Masih muda kok udah sebodoh ini," kata akun @raf_______.
"Bodoh jangan diborong ya dek, jangan ya," balas @rey_________.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI benar-benar mengebut pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada. Rencananya, draf RUU Pilkada yang telah dibahas sejak pagi tadi akan disepakati pada sore hari ini.
Hal itu sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek dalam rapat Panja RUU Pilkada dengan Tim Sinkronisasi dan Tim Perumus membahas draf di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Nantinya, kata Awiek, draf akan diambil keputusannya untuk sepakati lewat rapat pleno pengambilan keputusan tingkat I pada pulul 15.00 WIB. Pengambilan keputusan akan dipimpin oleh Awiek sendiri.
"Sebelum kami tutup rapat panja dan sesuai dengan perkembangan hasil rapat, kiranya pengambilan keputusan atau pembicaraan tingkat 1 atas hasil pembahasan RUU tentang Pilkada dalam rapat kerja Baleg dapat dijadwalkan hari ini, 21 Agustus 2024 pukul 15.00 WIB karena memberikan waktu ke sekretaris untuj menyiapkan waktu RUU-nya, dapat disetujui?," kata Awiek dijawab setuju anggota.
Ada sejumlah perubahan dalam RUU Pilkada ini. Terutama yang mecolok yakni aturan soal syarat batas minimal usia calon kepala daerah jadi mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA).
Ke dua, perubahan pada Pasal 40 usai adanya putusan MK. Namun menjadi sorotan dalam pasal itu kini kelonggaran ambang batas pencalonan di Pilkada hanya untuk parpol non parlemen.
Ketentuan pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan
(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
(3) Partai Politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD kabupaten/kota dapat mendaftarkan calon Bupati dan calon Wakil Bupati atau calon Walikota dan calon Wakil Walikota dengan ketentuan:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.