Suara.com - Banten diketahui merupakan provinsi dengan jumlah pondok pesantren terbanyak di Indonesia, dengan kota Serang sebagai salah satu pusatnya. Tak heran kalau Serang akhirnya dijuluki sebagai kota santri.
Baru-baru ini, keberadaan pabrik miras di kota santri itu pun membuat resah masyarakat. Dikhawatirkan, keberadaan pabrik yang diduga memproduksi minuman keras merek Kawa Kawa ini akan berdampak negatif dan memicu peningkatan kasus kriminalitas serta masalah sosial, terutama di kalangan anak muda.
Protes yang dilakukan oleh ratusan santri, ulama, dan tokoh masyarakat itu mendesak agar pabrik yang berada di bawah naungan PT. Balaraja Barat Indah (BBI) itu segera ditutup.
Muhamad Hasyim, seorang pemimpin pondok pesantren yang ikut serta dalam aksi, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap keberadaan pabrik yang berlokasi di kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten tersebut.
Baca Juga: Waduh! KPU Tangerang Cuma Tegur Anggota PPK Pesta Miras di Kantor
"Kami dari sepuluh pondok pesantren, lima dari Kabupaten Serang dan lima dari Kota Serang, meminta agar pabrik miras ini segera ditutup karena telah merusak moral generasi muda dan mengancam masa depan mereka," kata Hasyim dalam keterangannya pada Senin (12/8/2024).
Hasyim juga menegaskan pentingnya menjaga moral generasi muda. "Pemuda adalah tulang punggung bangsa. Jika mereka terjerumus dalam pengaruh buruk seperti narkoba, ekstasi, dan miras, masa depan bangsa ini akan suram," tambahnya.
Protes ini didukung oleh data yang menunjukkan peningkatan peredaran minuman keras di Provinsi Banten. Naji, seorang santri yang ikut dalam aksi tersebut, menyebutkan bahwa kepolisian Banten telah menemukan lebih dari 17.000 botol minuman keras yang tersebar di wilayah tersebut.
Memberikan klarifikasi, Harry, Humas PT. Balaraja Barat Indah, mengatakan bahwa meskipun produk mereka beredar di berbagai daerah di Indonesia, perusahaan tidak mendistribusikannya di Kabupaten Serang karena tidak memiliki izin edar di wilayah tersebut.
"Kami memproduksi minuman anggur dalam dua varian, dan distribusi kami dilakukan di daerah yang memiliki izin edar. Di Serang, kami tidak memiliki distributor karena peraturan daerah tidak mengizinkan," jelas Harry.
Baca Juga: Pesta Miras Berujung Maut, 3 Warga Tasikmalaya Tewas, 2 Lainnya Kritis
Meski demikian, penjelasan tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh para pengunjuk rasa. Mereka mengancam akan melanjutkan aksi protes dengan skala yang lebih besar jika pabrik tidak segera ditutup.
Bahkan, para santri dan ulama yang terlibat dalam aksi ini berencana membawa protes mereka ke kantor Bupati Serang jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Meski belum menemui titip temu, aksi protes tetap kondusif. Di malam hari, para demonstran akhirnya kembali ke pondok pesantren mereka masing-masing dengan pengawalan ketat untuk menghindari terjadinya kericuhan.
Seluruh pihak juga terus memantau perkembangan situasi ini, dengan harapan agar tercapai kesepakatan yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.