Suara.com - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri menyinggung soal penyimpangan yang terjadi di Pemilihan Umum (Pemilu) saat ini. Rakyat kini dipaksa untuk memilih pemimpin yang belum mumpuni.
Pernyataan Megawati disampaikan Megawati dalam amanat upacara saat menjadi pembina dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia (RI) di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2024).
Seharusnya, kata Presiden kelima RI itu, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin yang dianggap layak.
"Berilah hak rakyat untuk dapat mencari pemimpinnya yang benar-benar itu bagi mereka adalah pemimpin yang sejati. Bukan mencari atau dipaksakan untuk mencari pemimpin yang pada kenyataannya belum mempunyai kader sebagai pemimpin yang mumpuni," ujarnya.
Ia pun menegaskan, Pemilu merupakan wadah untuk memastikan rakyat bisa menggunakan haknya dengan baik.
Namun yang terjadi kini, prinsip Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (Luber) tidak lagi dihormati.
"Saya tidak terbayangkan bahwa pemilihan yang katanya pemilihan umum lalu 'Luber', langsung, umum, bebas, rahasia, dengan segala slogannya, tetapi tidak menjadi sebuah kenyataan," tutur Megawati.
Dalam kesempatan itu, ia turut mengungkap soal penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di Indonesia saat ini. Hukum malah dibelokkan kegunaannya dan dijadikan alat intimidasi rakyat.
Hal ini disampaikan Megawati saat menyampaikan amanat upacara saat menjadi pembina dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia (RI) di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2024).
Baca Juga: Tak Penuhi Undangan ke IKN, Megawati Pimpin Upacara Peringatan HUT ke-79 RI Bersama Kader PDIP
"Saudara-saudaraku sekalian, anak-anakku, rakyat Indonesia yang saya cintai. Seluruh cita-cita besar kemerdekaan itu kini ada yang coba membelokkan sejarah melalui kekuasaannya," ujar Megawati.
"Topangan kemerdekaan yang diletakan pada kedaulatan rakyat mencoba diganti dengan kedaulatan kekuasaan, hukum digeser maknanya dari keadilan yang hakiki menjadi alat intimidasi," lanjutnya menambahkan.
Padahal, Presiden kelima RI itu menilai seharusnya konstitusi menjadi landasan pokok bagi pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia. Namun, kini produk hukum malah dipermainkan demi kepentingan segelintir pihak.
"Seluruh upaya tersebut berjalan secara sistematis dengan kemasan wataknya yang sepertinya populis," jelasnya.