Suara.com - Suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis akan menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Sidang ini digelar dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Rabu 14 Agustus 2024, sidang pertama," demikian tertera pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Jakarta Pusat.
Sidang tersebut terdaftar dengan No.70/pid sus./2024/pn.jkt pst, akan dipimpin oleh Ketua Majelis Eko Ariyanto dengan didampingi hakim anggota, Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono.
Baca Juga: Jaksa Ungkap Akal-akalan Harvey Moeis untuk Dapat Cuan dari Korupsi Timah
Sebelumnya, jaksa mengungkapkan peran suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Menurut jaksa, Harvey bersama Reza Andriansyah mewakili PT Refined Bangka Tin, pada Agustus 2018, menghubungi beberapa smelter yang bekerja sama dengan PT Timah.
Bahkan, jaksa menyebut keduanya juga bertemu dengan Direktur Utama PT Timah saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
"Harvey Moeis dan Reza Andriansyah menghubungi beberapa smelter yang akan bekerja sama dengan PT Timah, yakni PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa," kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Saat itu, lanjut jaksa, pemilik smelter PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa tahun 2019 mengetahui tidak akan mendapatkan persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) karena tidak memiliki Competent Person (CP). Hanya PT Timah yang punya persetujuan RKAB dan memiliki personel bersertifikasi CP.
"Pemilik smelter swasta mengusulkan kepada pihak PT Timah, untuk dibuatkan suatu kesepakatan agar bijih timah ilegal milik smelter swasta dapat dijual dengan persyaratan," ujar jaksa.
Para perusahaan smelter juga meminta agar bijih timah yang dipasok dilakukan pemurnian dan pelogaman. Namun, semua pembayarannya harus dilakukan PT Timah.
"Setelah mendengar usulan tersebut, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar bersedia untuk membuat suatu kesepakatan yang ditindaklanjuti dengan melakukan beberapa kali pertemuan bersama Tamron, Harvey Moeis, Reza Andriansyah, Suparta, Robert Indarto, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Fandi Lingga, Rosalina, dan Achmad Albani di Hotel dan Restoran Sofia," tutur jaksa.
Perusahaan-perusahaan smelter itu kemudian dijadikan mitra kerja sama PT Timah untum peleburan dan pemurnian pelogaman timah. Pada kenyataannya, tambah jaksa, kerja sama itu tidak termuat dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) PT Timah tahun 2018.
Kemudian, jaksa menyebut harga yang disepakati mereka di atas harga pokok produksi pelogaman dan pemurnian di unit metalurgi PT Timah.
"Selain itu, kerja sama peleburan dan pemurnian pelogaman timah dilakukan tanpa melalui proses negosiasi," tambah jaksa.
Dalam pertemuan di Hotel dan Restoran Sofia pada Agustus 2018, disepakati harga sewa peralatan processing pelogaman timah sebesar USD 3.700 per ton SN di luar harga bijih timah yang harus dibayar oleh PT Timah kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, dan PT Sariwiguna Binasentosa.
Lalu, untuk PT Refines Bangka Tin diberi penambahan insentif sebesar USD 300 per ton SN. Dengan begitu, nilai kontrak khusus untuk PT Refined Bangka Tin menjadi sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat per ton SN.
"Biaya yang dikeluarkan apabila PT Timah melakukan peleburan sendiri di Unit Metalurgi (Unmet) PT Timah, Tbk di Muntok Kabupaten Bangka Barat sebagaimana tercantum dalam Harga Pokok Produksi (HPP) Unmet PT Timah, Tbk di Muntok, Kabupaten Bangka Barat sebagai dasar taksiran Unit Metalurgi yaitu sebesar USD 900-1200 per Ton Sn," ungkap jaksa.
Jaksa mengatakan, program kerja sama itu merupakan akal-akalan Mochtar, Riza, Alwin, Emil, bersama-sama dengan Tamron, Suwito, Rosalina, Fandi Lie, Robert Indarto Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis.
Harvey meminta perusahaan-perusahaan smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan untuk diserahkan kepada Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) dengan nilai sebesar USD 500 per Ton yang dihitung dari jumlah hasil peleburan timah dengan PT Timah.
"Adapun mekanisme pengumpulan dana pengamanan yang seolah-seolah biaya corporate social responsibility (CSR) tersebut ada yang diserahkan secara langsung kepada Harvey Moeis dan ada yang ditransfer melalui rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya yang seolah-olah uang Rosalina, Fandi Lie, Robert Indarto, Reza Andriansyah," kata Jaksa menjelaskan.
"Harvey Moeis yang menyepakati besaran pembayaran sewa peralatan processing pelogaman timah jauh melebihi nilai HPP smelter PT Timah Tbk," kata jaksa.