Suara.com - Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menanggapi kabar adanya pengaruh kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO terhadap keputusan Airlangga Hartarto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.
Dia menilai kabar tersebut muncul lantaran Kejaksaan Agung dari sisi waktu itu tidak melakukan pemeriksaan kasus tersebut secara tuntas.
"Kan dulu Airlangga Hartarto itu sudah diperiksa ya tetapi kan kemudian kami lihat kasusnya sendiri seakan-akan kemudian mengambang gitu ya," kata Zaenur kepada Suara.com, Selasa (13/8/2024).
Untuk itu, dia menegaskan pentingnya penanganan suatu perkara sampai tuntas oleh Kejagung.
"Jangan dibuat tabungan perkara. Nah kalau dibuat tabungan perkara, kemudian tuduhan politisasi itu sangat kuat gitu ya," ujar Zaenur.
"Ketika sedang sejalan dengan kekuasaan atau tidak ada satu kepentingan politik dari kekuasaan, kemudian perkaranya diambangkan tapi ketika ada kebutuhan politik atau tidak sejalan dengan kekuasaan, perkaranya bisa dijalankan, bisa dimunculkan lagi, bisa diproses lagi," tambah dia.
Zaenur menegaskan penegak hukum harus bekerja secara profesional, khususnya dalam menangani perkara yang melibatkan tokoh-tokoh politik.
"Saya ingin mengatakan bahwa jika memang ada alat bukti yang menunjukkan keteribatan Elangga Hartato, maka harus diproses terhukum. Tidak boleh karena khawatir dituduh melakukan politisasi kemudian tidak diproses," ucap Zaenur.
"Tidak boleh. Kalau ada alat buktinya harus diproses. Jika tidak diproses justru itu merupakan satu bentuk politisasi itu tadi atau diproses tetapi timingnya dipilih sesuai dengan kebutuhan politik. Nah itu juga politisasi gitu," tandas dia.
Mendadak Mundur
Airlangga Hartarto sebelumnya telah resmi menyatakan mengundurkan diri dari Partai Golkar. Pengunduran dirinya ini sudah disampaikannya sejak Sabtu (10/8/2024) malam.
Dalam keterangan resminya, Airlangga menyebut pengunduran dirinya dilakukan karena ingin memuluskan transisi pemerintahan dari kepemimpinan presiden dan wakil presiden Joko Widodo alias Jokowi-Maruf Amin ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, Airlangga juga menyebut keputusan ini dibuat demi menjaga keutuhan partai lambang pohon beringin itu.
"Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat, maka dengan dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar," ujar Airlangga kepada wartawan, Minggu (11/8/2024).
"Pengunduran diri ini terhitung sejak semalam, yaitu Sabtu, 10 Agustus 2024," lanjutnya.
Kemudian, Airlangga menyebut bakal ada mekanisme penentuan ketua umum yang baru. Ia berharap nantinya proses ini akan berlangsung dengan damai dan tertib.
"DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan AD/ART organisasi yang berlaku," jelasnya.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia membantah bahwa pengunduran diri Airlangga berkaitan dengan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO.
"Enggak lah (mundur karena kasus korupsi izin ekspor CPO)," kata Doli, Minggu (11/8/2024).
Dia menjelaskan bahwa Airlangga mundur disebabkan oleh alasan yang bersifat pribadi karena keputusan tersebut sempat dirapatkan Airlangga bersama keluarganya.
"Beliau mengumpulkan keluarganya semuanya dan itu juga berdasarkan kesepakan keluarga," ucap Doli.