Ada Siasat Istana di Balik Mundurnya Airlangga Hartarto? Pengamat Politik UGM: Itu Bukan Satu-satunya

Senin, 12 Agustus 2024 | 15:41 WIB
Ada Siasat Istana di Balik Mundurnya Airlangga Hartarto? Pengamat Politik UGM: Itu Bukan Satu-satunya
Airlangga Hartarto saat mengumumkan dirinya mundur dari Ketum Partai Golkar. [Ist/Tangkapan layar video]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi memberi tanggapan terkait munculnya dugaan adanya siasat dari Istana yang membuat Airlangga Hartarto mundur dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Menurutnya hal itu bukan jadi penyebab satu-satunya.

"Kalau Golkar itu dari dulu selalu menjadi partai pemerintah, kalau pun tekanan dari istana sebenarnya di istana ada orang-orang Golkar juga. Nah jadi sebenarnya bukan tekanan dari istana tetapi sebagai pertarungan antarfaksi," kata Arya saat dihubungi, SuaraJogja.id, Senin (12/8/2024).

Arya melihat Golkar terdiri dari beberapa faksi yang kemudian saling bergesekan. Hal itu dibuktikan dengan sejarah konflik di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.

Apalagi tokoh-tokoh yang ada di puncak Partai Golkar tidak menjadi patron figur tunggal. Ada figur lain yang kemudian berpengaruh secara jamak di internal Golkar. 

Baca Juga: Ditanya Sosok yang Tepat Pimpin Golkar, Bahlil atau Agus Gumiwang? Babah Alun Sampai Ucap Ini 2 Kali

"Kalau sekarang misalnya selain pengurus teras DPP Golkar ada orang Golkar lain yang juga kuat dan secara pengaruh juga lumayan walaupun tidak di struktur partai," ucapnya.

Dia menyebut sejumlah nama misalnya saja Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, hingga Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. 

"Orang-orang ini memang otoritas negara ya, karena mereka menjadi pejabat publik, menteri di eksekutif dimana ada alat negara yang bisa berada di bawah kendali mereka plus sumberdaya yang mereka gunakan," tuturnya.

"Ada satu lagi koneksi terkait dengan pemegang otoritas tertinggi di republik ini yaitu presiden," imbuhnya. 

Faktor-faktor itu yang kemudian, Arya bilang menyebabkan gekanan terhadap Golkar. Tekanan itu lahir dari faksi di internal partai itu sendiri.

Baca Juga: Bakso IKN Penuh Keakraban: Jokowi, Prabowo dan Airlangga Duduk Berdekatan

"Itu yang kemudian menyebabkan tekanan terhadap golkar itu sebenarnya lahir dari faksi di internal Golkar yang kebetulan faksi itu sebagian berada di dalam kekuasaan tertinggi republik ini yaitu misalnya circle paling dekat dengan presiden. Itu yang kemudian menjelaskan adanya dinamika itu," tegasnya.

Arya mengaku intervensi politik dari presiden memang tidak bisa dilepaskan dalam polemik ini. Namun seberapa besar pengaruhnya tidak bisa dipastikan. 

"Jadi bahwa ada intervensi atau kehendak politik dari presiden itu clear itu pasti ada tapi sejauh apa dan sedalam apa kita yang tidak tahu," ucapnya.

Dalam kesempatan ini disampaikan Arya, sekaligus sebagai kritik kepada seluruh partai politik tidak hanya Golkar. Bahwa menjadi parpol harus tetap independen dan tidak kemudian menerima intervensi dari pihak luar begitu saja.

"Kritik bagi dinamika itu adalah ya sebisa mungkin Golkar dan partai lain independen, tidak terkontamintasi oleh intervensi di luar partainya," tuturnya.

"Jika itu bagian dari dinamika partai para fungsionalis kader oke, tapi ketika ada intervensi dari pihak luar yang mencoba mengganggu partai terlepas apakah itu Golkar atau partai lain itu yang harus dihindari, karena partai sebisa mungkin mandiri dari intervensi di luar partai," tambahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI