Suara.com - Mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina telah menuduh bahwa Amerika Serikat adalah otak dimana dirinya telah di kudeta dari jabatannya, serta membuat kerusuhan mematikan.
Pernyataan Sheikh Hasina yang kabur setelah di demo itu ditanggapi Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller.
Menurut AS, pernyataan Mantan PM Bangladesh tersebut tidak mendasar, dia juga menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak pernah menyebut rencana untuk mengambil kendali salah satu pulau di negara itu, berdasarkan pemberitaan Sputnik.
Sebelumnya, Mantan PM Bangladesh, Sheikh Hasina mengatakan di balik mundurnya dia dari jabatan itu lantaran adanya peran AS.
“Jika saya tetap tinggal di negara ini, akan lebih banyak nyawa yang hilang, lebih banyak sumber daya yang akan hancur. Saya membuat keputusan yang sangat sulit untuk keluar,” tulisnya.
Sheikh Hasina muncul memberikan tuduhan kepada Amerika Serikat lantaran negara tersebut disebut menjadi dalang di balik dirinya mundur.
Pada sebuah surat yang diterbitkan pada hari Minggu, AS dia sebut tengah mengatur pemecatannya setelah dia menolak menyerahkan kedaulatan pulau strategis St. Martin.
“Saya bisa tetap berkuasa jika saya menyerahkan kedaulatan Pulau Saint Martin dan membiarkan Amerika menguasai Teluk Benggala,” bunyi surat tersebut, dilansir dari Sputnik, Senin (12/8/2024).
Untuk diketahui, protes mematikan meletus di seluruh Bangladesh setelah pengumuman aksi non-kerja sama selama beberapa hari dengan pihak berwenang oleh Gerakan Mahasiswa Anti-Diskriminasi pada hari Minggu.
Baca Juga: Komunitas Hindu Turun ke Jalan, Serukan 'Bangladesh Tanah Air Kami, Kami Tak Akan Pergi'
Bentrokan antara mahasiswa, polisi, dan pendukung pemerintah meningkat menjadi kerusuhan yang dilaporkan menyebabkan lebih dari 440 orang tewas.