Suara.com - Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farhan menilai ada siasat dari faksi Presiden Joko Widodo alias Jokowi di balik mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Golkar.
Jokowi diduganya ingin tetap memiliki pengaruh setelah lengser nanti.
Menurut Yusak, posisi Jokowi akan sulit jika tak memiliki kendali atas partai. Karena itu, faksi Jokowi di internal Golkar akan mengupayakan posisi strategis bagi eks Gubernur DKI itu.
"Pasca lengser, Jokowi dalam keadaan bahaya jika tidak punya kendali partai. Jokowi masih berpeluang menjadi Ketua Umum Golkar dengan cara merevisi AD/ART di Munaslub nanti," ujar Yusak kepada Suara.com, Minggu (11/8/2024).
Baca Juga: Kenapa Airlangga Mundur dari Jabatan Ketum Golkar? Alasannya Mengejutkan!
"Kalau hanya menjadi Ketua Dewan Pembina, Jokowi tidak akan bisa powerful, beda dengan menjadi ketua umum," tuturnya.
Karena itu, setelah Airlangga lengser, Yusak menduga Jokowi bakal dijadikan ketua umum. Secara politik, posisi Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka bisa mengimbangi atasannya nanti, Prabowo Subianto.
"Kalau Jokowi Ketua Umum Golkar, posisi Gibran sebagai Wapres juga akan mendapat dukungan politik. Gibran bisa mengimbangi Presiden Prabowo dan Gerindra," jelasnya.
Pilihan lainnya, Jokowi menjadikan orang kepercayaannya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang juga kader Golkar atau Gibran sendiri duduk di kursi Golkar 1.
"Faksi Jokowi bisa Bahlil, bisa Gibran bisa Jokowi sendiri yang mengincar ketua umum," lanjutnya.
Baca Juga: Agus Gumiwang Langgar AD/ART Golkar, Zulfikar: Seharusnya Kahar Muzakir Plt Ketum
"Jadi dalam konteks mundurnya Airlangga, faksi eksternal Jokowi bersekutu dengan faksi di internal Golkar yang menginginkan Airlangga mundur dari ketua umum," pungkasnya.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto telah resmi menyatakan mengundurkan diri dari Partai Golkar. Pengunduran dirinya ini sudah disampaikannya sejak Sabtu (10/8/2024) malam.
Dalam keterangan resminya, Airlangga menyebut pengunduran dirinya dilakukan karena ingin memuluskan transisi pemerintahan dari kepemimpinan presiden dan wakil presiden Joko Widodo alias Jokowi-Maruf Amin ke Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, Airlangga juga menyebut keputusan ini dibuat demi menjaga keutuhan partai lambang pohon beringin itu.
"Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan terjadi dalam waktu dekat, maka dengan dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar," ujar Airlangga kepada wartawan, Minggu (11/8/2024).
"Pengunduran diri ini terhitung sejak semalam, yaitu Sabtu, 10 Agustus 2024," lanjutnya.
Kemudian, Airlangga menyebut bakal ada mekanisme penentuan ketua umum yang baru. Ia berharap nantinya proses ini akan berlangsung dengan damai dan tertib.
"DPP Partai Golkar akan segera menyiapkan mekanisme organisasi sesuai dengan ketentuan AD/ART organisasi yang berlaku," jelasnya.