PP itu antara lain mengatur mengenai penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Pasal 103 ayat (1) PP itu menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Kemudian, ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Dikritik DPR
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menentang isi pasal terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar seperti di PP yang ditekan Presiden Jokowi.
"Itu tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” kata Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (5/7/2024).

Sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Selain itu, juga disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fikri menilai penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa itu sama saja dengan membolehkan tindakan seks bebas kepada pelajar.
“Alih-alih mensosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya, ini nalarnya ke mana?” ujarnya.
Semangat dan amanat pendidikan nasional kata Fikri, adalah menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama yang telah diprakarsai oleh para pendiri bangsa Indonesia.