Suara.com - Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Ari Kusuma Januarto, Sp.OG., menyarankan pemerintah untuk mengajak diskusi tenaga kesehatan, terutama dokter kandungan, untuk menentukan batas usia janin yang boleh diaborsi.
Ari mengkritisi aturan dalam KUHP atau Pasal 463 UU1/2023 yang menyebutkan bahwa aborsi dilakukan pada janin yang usianya di bawah 14 minggu. Menurutnya, aturan tersebut sudah perlu direvisi jadi lebih rendah lagi.
"Jujur, pada usia janin 14 minggu kami sendiri sebagai profesi sebetulnya agak bertanya-tanya, karena pertama 14 minggu jelas (ukuran janin) akan lebih besar, dan itu tentu mempunyai risiko perdarahan pada si ibunya," kata Ari dalam konferensi pers virtual bersama PB IDI, Jumat (2/8/2024).
Dia menjelaskan bahwa janin pada usia 14 minggu sudah memiliki nyawa. Sehingga, apabila dilakukan aborsi, bisa lebih membahayakan bagi keselamatan ibu.
Baca Juga: Apakah Bumil Boleh Makan Daging Kambing? Kata Dokter Kandungan Boleh Kok, Asal...
Risikonya kata dia, bisa sebabkan trauma psikologis, infeksi, serta perdarahan.
"Jujur kami tidak libatkan (pembuatan aturan aborsi) sampai 14 minggu. Kami dari profesi ini tetap menjaga, artinya jangan sembarangan tetapkan," ujar Ari.
Dia juga menyebutkan perlu juga adanya keselarasan dalam penentuan batas usia janin yang legal diaborsi. Misalnya, Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menetapkan enam minggu, serta Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 4 tahun 2005 yang menyebutkan 40 hari sebagai batasnya.
"Kami dari profesi, tentunya siap untuk diundang, kalau untuk menyelaraskan tentang undang-undang dengan KUHP ini, karena ini semua untuk kepentingan masyarakat," tegas Ari.
Terkait pelaksanaan aborsi, pemerintah telah mengatur dlama PP nomor 28 tahun 2024 tentang kesehatan.
Baca Juga: Miss V Sering Gatal Bisa Bikin Susah Hamil? Dokter Kandungan Beri Penjelasan
Pada pasal 116 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan maupun tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.