Suara.com - Pihak keluarga masih mencari keadilan atas tewasnya seorang anak MHS (15). Remaja itu tewas diduga akibat penganiayaan yang dilakukan oknum TNI di Medan, Sumatera Utara.
Ibu korban, Lenny sampai mendatangi Komnas HAM guna melaporkan kejadian ini. Selain itu, keluarga korban yang saat itu didampingi oleh LBH Medan turut melaporkan kejadian ini ke Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Selain itu, korban juga mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kekinian Komnas HAM belum juga memberikan kesimpulan dari hasil investigasi yang dilakukan sejak bulan lalu.
Baca Juga: Keluarga MHS Anak Yang Diduga Tewas Dianiaya Oknum TNI Di Medan Ajukan Permohoan Pelindungan LPSK
Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian, mengatakan pihaknya sudah memeriksa orang tua korban hingga pihak puspom. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu digali keterangan.
"Komnas HAM sudah minta keterangan keluarga MHS, Pomdam Bukit Barisan, dan kuasa hukumnya LBH Medan bulan lalu di Medan,” kata Uli, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (2/8/2024).
“Saat ini kami sedang melakukan pengumpulan fakta-fakta dan permintaan keterangan lainnya," Uli menambahkan.
Kronologi Peristiwa
Sebelumya Direktur LBH Medan, Irvan Saputa mengatakan peristiwa ini bermula ketika MHS yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) melihat adanya bentrok antar kelompok alias tawuran di bantaran rel kereta api, Jalan Pelikan Ujung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Jumat (24/5).
Baca Juga: Orang Tua Korban Anak Penganiayaan Daycare Di Depok Melapor Ke KPAI
MHS yang saat itu kebetulan berada di lokasi menonton kejadian itu. Namun nahasnya aparat melakukan penyisiran terhadap para pelaku tawuran. MHS yang berada di lokasi diduga menjadi korban salah sasaran.
Saat itu, MHS diduga mengalami kekerasan dari seorang Babinsa, yang disaksikan oleh rekan korban, Putra.
Akibat peristiwa tersebut korban mengalami luka di sekujur tubuhnya. Mulai dari kepala, kaki, tangan, dan memar di bagian dada.
“Berdasarkan keterangan saksi-saksi, ada dugaan tindak pidana penganiayaan dan penyiksaan dari anggota TNI tersebut,” kata Irvan, kepada Suara.com, Selasa (30/7) lalu.
Setelah mendapatkan penganiayan, korban saat itu ditinggalkan begitu saja di lokasi. Sementara teman korban yang mengatahui soal kejadian ini langsung membawa korban ke klinik yang berada di sekitar lokasi.
Setelahnya korban di bawa pulang ke rumah. Namun saat di rumah kondisi korban merasa perlu mendapatkan perawatan lanjut dari pihak medis. Pasalnya saat itu, untuk duduk saja korban sudah tidak mampu.
Akhirnya pihak keluarga kembali membawa MHS ke rumah sakit. Awalnya MHS dilarikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah, namu lantaran keterbatasan alat, korban kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Madani.
“Di sana ada perawatan dari jam 8 malam, hingga akhirnya jam 3 atau jam 4 di situ MHS menghembuskan nafas terakhir,” jelas Ivan.
Pihak keluarga merasa kematian MHS tidaklah wajar, oleh sebab itu pihak keluarga sempat ingin membuat laporan di Polsa Tembung. Namun laporan pihak keluarga ditolak oleh petugas karena korban tewas diduga akibat penganiayaan oleh pihak TNI.
Pihak SPKT Polsek Tembung kemudian merujuk agar pihak keluarga korban membuat laporan tersebut ke pihak Denpom.
Tidak Ada Autopsi
Pihak kelurga, lanjut Ivan, mengaku tidak sempat melakukan autopsi terhadap jenazah MHS lantaran saat mau dikebumikan dihampiri polisi berpakaian preman.
Paman korban, lanjut Ivan, mengaku saat pihak keluarga ingin melaporkan pihak Babinsa yang diduga melakukan penganiayaan ke Denpom, petugas telah melakukan olah TKP.
Berdasarkan temuan di lapangan terduga pelaku sudah teridentifikasi. Hal itu di perkuat dengan foto profil yang dikenakan oleh terduga pelaku.
“Sudah diketahui terduganya dan itu tingggal dijemput saja berdasarkan dari paman korban maka pihak keluarga menyepakati untuk tidak dilakukan autopsi karena sudah diketahui siapa pelakunya. Namun sampai saat ini belum juga terlaksana sudah dua bulan,” katanya.
Minta Ekshumasi
Ivan mengatakan dalam waktu dekat pihak keluarga bakal menyurati pihak Denpom untuk meminta melakukan ekshumasi terhadap jenazah MHS. Hal ini dinilai perlu agar penyebab kematian MHS menjadi terang benderang.
“Kita mengirimkan surat di bulan Juli kita mengirimkan surat untuk melakukan ekshumasi untuk membongkar kuburan, untuk melakukan autopsi jenazah MHS,” kata Ivan.
“Namun hingga saat ini belum direspon oleh pihak Denpom alasannya prosesnya masih berjalan padahal itu kan kan gak gitu seharusnya. Berdasakan peraturan militer soal ekhumasi sudah diatur dalam pasal 118-121 dan itu kewajiban dari negara untuk melakukannya,” tambahnya.