Kembali ke konsep Good Neighbour Policy yang ingin diusung Prabowo, mantan Danjen Kopassus tersebut berkeyakinan dengan menjaga hubungan baik antarnegara bisa memberikan energi positif bagi kepentingan nasional yang pada ujungnya membuat Indonesia bisa lebih disegani.
Tantangan Good Neighbour Policy
Mengutip dari ulasan di Kompas.com, diplomat senior Indonesia Dian Wirengjurit pernah mengulas bahwa politik luar negeri tetangga baik yang berprinsip pada millions of friends, zero enemy dinilai justru terlalu lembek dan sudah usang untuk diaplikasikan dalam kerasnya situasi hubungan internasional terkini.
Lewat artikel yang terbit pada 2014 bertajuk Cukup Sudah Plugri yang Gemulai, Dian meyakini Kebijakan Tetangga Baik atau Good Neighbour Policy justru mengabaikan konsep dasar politik khususnya bia dihadapkan pada realita politik global.
Pernyataannya itu mengacu pada Pertama; adagium di dunia politik dimana tak ada kawan abadi yang ada adalah kepentingan. Dimana dalam politik internasional, kepentingan yang diperjuangkan adalah kepentingan nasional.
Lalu Kedua; prinsip trust no one, dimana menurut Dian bila terlalu percaya dengan negara lain justru memiliki akibat yang sangat fatal.
Contoh nyatanya ketika Timor Timur lepas dari NKRI atas campur tangan Australia yang sebelumnya merupakan rekan kerja sama Indonesia untuk membangun negara yang kini bernama Timor Leste tersebut.
Kemudian Ketiga; who gets what, when, and how, dimana kerapkali politik memanfaatkan momen-momen oportunistik.
Lebih jauh menurut Dian bagaimanapun lingkungna yang nyaman tanpa musuh justru berpotensi membuat suatu negara terlena dan kurang proaktif dalam berinovasi dari sisi kebijakan luar negerinya.
Baca Juga: Kereta Penumpang Hantam Truk di Rusia, 140 Luka 8 Gerbong Tergelincir
Oleh karenanya, Indonesia perlu mempertimbangkan adanya rivalitas dalam konteks yang sehat dengan negara lain agar terbentuk kesan tegas terhadap suatu sikap politik dan merangsang munculnya terobosan baru dalam konsepsi kebijakan luar negerinya.