Suara.com - Pakar Gizi Masyarakat Intitut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr. Ali Khomsan menilai bahwa susu tidak harus ada dalam menu makan bergizi gratis.
Sebab, anggaran Rp 15 ribu per anak dinilai hanya cukup untuk modal nasi, lauk protein, serta sayur dan buah.
"Kalau kemudian pemerintah mempertimbangkan tanpa susu, ya itu merupakan kebijakan pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein dulu, yang harus dipenuhi dari nasi ataupun lauk pauk yang diberikan," kata Ali kepada Suara.com saat dihubungi, Kamis (1/8/2024).
Ali menyampaikan, pemberian susu sebagai sumber kalsium bagi anak masih menjadi tugas orang tua di rumah.
Baca Juga: Telah Hadir 11 Tahun, Susu Mbok Darmi Menuju Bandung setelah 110 Outlet di Jabodetabek
Lantaran itu, pemerintah diminta untuk edukasi juga kepada orang tua tentang pemenuhan gizi kalsium pada anak.
"Susu itu tentu tidak semata-mata dimaksudkan untuk pencegahan stunting ya. Karena, dapat dikatakan gizi yang utama di dalam susu itu adalah kalsium. Dan bangsa kita itu termasuk kalsiumnya lebih banyak mengandalkan nabati dibandingkan hewani," paparnya.
Anjuran dari Kementerian Kesehatan RI, asupan kalsium untuk anak usia 10–18 tahun perlu sebanyak 1.200 miligram per hari. Kalsium itu berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi, mengatur kontraksi otot termasuk denyut jantung, dan berperan dalam proses pembekuan darah.
Sumner kalsium nabati, yang dimaksudkan oleh Ali, kebanyakan bersumber dari tahu dan sayuran hijau. Di sisi lain, kalsium yang bersumber dari hewan juga tidak hanya bisa didapatkan dari susu.
Rekomendasi Kemenkes RI, sumber kalsium hewani yang baik bisa ditemukan juga pada yoghurt, keju, ikan dan seafood yang rendah merkuri, seperti ikan lele, udang, dan salmon.