Suara.com - Meski dikenal sebagai negara agraris, kenyataannya dalam 25 tahun terakhir, pertumbuhan pertanian di Indonesia masih konsisten di bawah 3 persen.
Hal tersebut tertuang dalam studi dilakkan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bappenas dan Institut Penelitian Kebijakan Internasional (IFPRI) yang mempelajari Total Factor Productivity (TFP) dalam periode 1996-2020.
Tak hanya itu, tenaga kerja di sektor pertanian juga terus turun.
"Kontribusi pertumbuhan dari tenaga kerja di sektor pertanian juga secara konsisten menurun 0,62 persen per tahun," kata Peneliti Pusat Riset Koperasi, Korporasi dan Ekonomi Kerakyatan BRIN Erizal Jamal melalui keterangan di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Baca Juga: Buat Pengembangan Benih, BUMN Pertanian Usir Paksa Pensiunan Pertani dari Rumah Dinas
Erizal mengemukakan, ada sejumlah faktor yang menjadikan stagnannya pertumbuhan pertanian di Indonesia, seperti produktivitas padi, praktik yang terjadi di lapangan, penggunaan bahan kimia yang berlebihan selama bertahun-tahun, dan fenomena 'kelelahan tanah' pada sistem padi yang cenderung menyebabkan penurunan kapasitas produksi akibat degradasi tanah dan lahan.
Selain itu, perihal penguasaan lahan oleh sebagian besar petani skala kecil yang hanya di bawah 0,5 hektare, juga menyebabkan petani hanya bekerja paruh waktu dan berdampak kecil pada kesejahteraan mereka.
Sementara untuk kelapa sawit, sambungnya, output pertanian utamanya didukung oleh perluasan lahan yang tumbuh sebesar 11,05 persen per tahun.
"Produktivitas petani yang bekerja mandiri jauh lebih rendah daripada petani yang bekerja sama dengan sektor swasta," ujarnya.
Lebih lanjut, Erizal mengungkapkan adanya lebih banyak kesinambungan program dengan pendekatan teknologi dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM), yang dibuktikan dengan pertumbuhan output produksi daging dan telur ayam yang didukung oleh perluasan total inventaris stok ternak.
Baca Juga: Mengenal Teknologi Pertanian Tanpa Bakar
"Pada 2016 hingga 2020 tumbuh sebesar 15,1 persen. Peningkatan stok disebabkan oleh program terintegrasi antara sektor swasta dan petani skala kecil. Program ini meningkatkan efisiensi pertanian melalui penggunaan teknologi," tuturnya.
Menurut Erizal, kemitraan antara petani skala kecil dan sektor swasta dapat dilakukan di berbagai bidang pertanian untuk mempercepat produktivitas petani. (Antara)