Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan ada kerugian sekitar Rp 5,1 triliun untuk program pengamanan aset cadangan bijih timah dan pengirimannya.
Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Eks Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Suranto Wibowo selaku terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Awalnya, jaksa menjelaskan bahwa tidak semua penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah hanya menjual kepada PT Timah. Untuk itu, Divisi Pengamanan dan Unit Produksi PT Timah diperintahkan untuk melakukan pengamanan bijih timah dari penambangan SHP tanpa izin.
Namun pada pelaksanannya, pengamanan aset tidak hanya dilakukan pada penambang ilegal, tetapi juga terhadap kolektor-kolektor yang membeli bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
“Untuk mengontrol pengiriman bijih timah ke PT Timah tersebut, selanjutnya dibuatkan Whatsapp Group dengan nama ‘New Smelter’,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Kemudian, terjadi pertemuan antara Direktur PT Timah beserta jajarannya beserta para pemilik perusahaan smelter dengan Erzaldi Rosman selaku Gubernur Kepulauan Bangka Belitung dan Syaiful Zachri selaku Kapolda Bangka Belitung di Hotel Borobudur Jakarta.
“Adapun maksud dan tujuan diadakannya pertemuan tersebut dikarenakan masih terdapat beberapa perusahaan smelter swasta yang tidak bersedia mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah padahal bijih timah tersebut berasal dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” tutur jaksa.
“Pada kesempatan tersebut, ditegaskan kembali agar pemilik smelter swasta mengirimkan bijih timah ke PT Timah untuk kepentingan nasional,” tambah dia.
Jaksa juga menjelaskan metode pembayarannya dilakukan oleh PT Timah dengan harga pokok produksi yang telah ditetapkan oleh PT Timah berdasarkan tonase atau kadar timah.
Baca Juga: Tiga Tersangka Korupsi Timah Bakal Jalani Sidang Perdana di Tipikor Besok
“Pembayarannya didasarkan tonase atau kadar timah sehingga mengakibatkan terjadi pengeluaran PT Timah yang tidak seharusnya sebesar RP 5.133.498.451.086,” tandas dia.