Suara.com - Tanggapan muncul dari berbagai pihak terkait tewasnya Ismail Haniyeh yang merupakan pemimpin Hamas. Rusia pun ikut bersuara atas peristiwa ini.
"Pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh adalah pembunuhan politik yang benar-benar tidak dapat diterima,” kata seorang wakil menteri luar negeri Rusia kepada kantor berita RIA pada hari Rabu.
“Ini adalah pembunuhan politik yang benar-benar tidak dapat diterima, dan ini akan menyebabkan peningkatan ketegangan lebih lanjut,” RIA mengutip pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Mikhail Bogdanov.
Bogdanov menyebut pembunuhan itu juga akan berdampak negatif pada perundingan gencatan senjata di Gaza, tambah RIA.
Baca Juga: Detik-detik Ismail Haniyeh Peluk Presiden Iran di tengah kerumunan Sebelum Terbunuh
Rusia, yang memiliki hubungan dengan negara-negara Arab, Iran dan Hamas serta Israel, sering mengutuk kekerasan di wilayah tersebut dan menuduh Amerika Serikat mengabaikan perlunya negara Palestina merdeka.
Hamas mengatakan Haniyeh terbunuh “dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran” setelah dia menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada hari Selasa, bersama dengan pejabat Hamas lainnya dan pejabat dari Hizbullah dan kelompok sekutunya.
“Hamas menyatakan kepada rakyat besar Palestina dan rakyat negara-negara Arab dan Islam serta seluruh rakyat bebas di dunia, saudara pemimpin Ismail Ismail Haniyeh sebagai martir,” kata Hamas dalam pernyataan singkatnya.
Dalam pernyataan lain, kelompok tersebut mengutip Haniyeh yang mengatakan bahwa perjuangan Palestina mempunyai “biaya” dan “kami siap menanggung biaya ini: mati syahid demi Palestina, dan demi Tuhan Yang Maha Esa, dan demi martabat bangsa. bangsa ini.”
Pejabat Hamas tidak segera menanggapi permintaan komentar lebih lanjut.
Baca Juga: Dekat Dengan Sheikh Ahmad Yassin Yang Dibunuh Israel, Ini Profil Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh
Di Tepi Barat, Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang didukung secara internasional mengutuk pembunuhan Haniyeh, dan menyebutnya sebagai “tindakan pengecut dan perkembangan yang berbahaya.” Faksi-faksi politik di wilayah pendudukan menyerukan pemogokan sebagai protes atas pembunuhan tersebut.
Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza pada tahun 2019 dan tinggal di pengasingan di Qatar. Pemimpin tertinggi Hamas di Gaza adalah Yehya Sinwar, yang mendalangi serangan 7 Oktober itu.