Ada Yang Berpendidikan S2, Ribuan WNI Jadi Korban TPPO Penipuan Online, Paling Banyak Di Kamboja

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 31 Juli 2024 | 01:35 WIB
Ada Yang Berpendidikan S2, Ribuan WNI Jadi Korban TPPO Penipuan Online, Paling Banyak Di Kamboja
Ilustrasi penipuan online (Freepik/user2846165)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyebut bahwa pada periode 2020 sampai Maret 2024 ditemukan ada 3.703 WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online.

"Statistik kasus online scamming dari periode 2020 sampai Maret 2024 totalnya 3.703 orang. Paling banyak itu dari Kamboja 1.914 orang, kemudian yang kedua Filipina 680 orang, yang berikutnya Thailand 364 orang, dan Myanmar ada 332 orang," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum, di Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan tim Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sekitar 40 persen korban berasal dari wilayah Sumatera Utara.

"Sebagian besar hampir saya katakan 30 - 40 persen-nya itu dari Sumatera Utara," kata Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum sebagaimana dilansir Antara.

Baca Juga: Dijebak jadi PSK, Begini Modus Batman dkk Raup Cuan dari Hasil Kirim Puluhan Wanita Indonesia ke Australia

Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum menambahkan, para korban TPPO yang dipekerjakan sebagai pelaku penipuan online itu berasal dari kalangan berpendidikan. Mereka terjebak dengan iming-iming bekerja di bidang informasi dan teknologi (IT) di perusahaan luar negeri.

"Korbannya melek teknologi, usia produktif 18 sampai 35 tahun dan bahkan mereka berpendidikan tinggi, ada yang sudah S2," kata Woro.

Namun, sampai di negara tujuan, para korban justru disekap dan dipaksa bekerja yang tidak sesuai perjanjian awal.

Para korban bahkan diancam dengan pemotongan gaji apabila tidak memenuhi target yang ditentukan oleh pemilik bisnis ilegal tersebut.

"Jadi kalau mereka tidak memenuhi target, gaji mereka dipotong. Mereka itu tidak boleh kemana-mana, di situ saja mereka bekerja, semacam ada penyekapan, ada eksploitasi, makanya itu terjadi TPPO," kata Woro Sri Hastuti Sulistyaningrum.

Baca Juga: Ungkap Sindikat Perdagangan Orang, DFW Indonesia: Pemerintah RI Gagal Tegakkan Hukum di Laut

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI