PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 Izinkan Korban Perkosaan Lakukan Aborsi, Berikut Syaratnya

Selasa, 30 Juli 2024 | 15:09 WIB
PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 Izinkan Korban Perkosaan Lakukan Aborsi, Berikut Syaratnya
Ilustrasi aborsi. (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah melegalkan tindakan aborsi untuk beberapa kondisi tertentu, salah satunya bagi korban perkosaan atau kekerasan seksual. Pelegalan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Tertulis pada pasal 116 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan maupun tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Kondisi itu sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
SK No 226960 AP.

Khusus kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual dibolehkan aborsi jika dibuktikan dengan dua syarat.

Syarat pertama, surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dialami. Syarat kedua, keterangan dari penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.

Baca Juga: Jokowi Resmikan Larangan Jual Rokok Eceran, Ini Aturan Lengkap PP Kesehatan Terbaru

Adapun tindakan aborsi tidak boleh dilakukan sembarangan. Tertulis dalam pasal 119, pelayanan aborsi yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi sumber daya kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Selain itu, pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dibantu oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.

Dalam pelayanan aborsi juga diatur bahwa korban perkosaan yang ingin aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling, sebelum dan setelah aborsi. Hal itu hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, maupun ahli lainnya, sesuai dengan aturan pada pasal 123.

Selanjutnya pada pasal 124 disebutkan, apabila korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual lain itu memutuskan untuk batal lakukan aborsi, juga harus mendapatkan pendampingan dan konseling selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.

Baca Juga: Ancaman Wabah Pes Kembali Muncul, Surat Beracun Gegerkan Prancis

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI