Mengadu ke KSP, Warga Moro-Moro Lampung Akui Sulit Akses Bansos dan Pendidikan

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Selasa, 30 Juli 2024 | 14:12 WIB
Mengadu ke KSP, Warga Moro-Moro Lampung Akui Sulit Akses Bansos dan Pendidikan
Perwakilan warga Moro-moro didampingi AGRA melakukan audiensi dengan KSP terkait konflik agraria di Register 45, Mesuji, Lampung, yang tidak kunjung selesai, Selasa (30/7/2024). [ISTIMEWA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebanyak 5 orang perwakilan warga Moro-Moro Register 45, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, bersama Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), beraudiensi dengan Kantor Staf Presiden (KSP), Selasa (30/7/2024). 

Dalam audiensi di kantor KSP, perwakilan warga Moro-moro ditemui tenaga ahli utama KSP Bidang Reforma Agraria Bapak Usep Setiawan yang didampingi oleh Staff Madya bagian Konflik Agraria Sahad Lumbanraja.

Dalam audiensi, Agung dan Made Kastiawan, selaku perwakilan warga Moro-moro mengeluhkan atas upaya pelaksanaan rekomendasi dari hasil audiensi dengan KSP pada bulan September 2023 lalu.

Rekomendasi KSP saat itu menyebutkan warga Moro-moro bisa  melakukan permohonan pelepasan kawasan di tingkat daerah terlebih dahulu.

Baca Juga: 29 Tahun Dihantui Penggusuran, Warga Moro-moro Desak KLHK Lepas Kawasan Hutan Register 45

"Dalam prosesnya, kami tidak mendapatkan tanggapan yang baik oleh pemerintah Kabupaten Mesuji, Tim terpadu PPTPKH Provinsi Lampung dan BPKHTL wilayah XX, bahkan secara terang oleh Pemerintah Kabupaten Mesuji secara tertulis menyatakan bahwa proses tersebut bukan menjadi kewenangannya melainkan menjadi kewenangan pemerintah Pusat," ujar Agung dalam rilis tertulis yang diterima Suara.com.

Agung menjelaskan bahwa secara mandiri warga telah melakukan pendataan objek dan subjek reforma agraria. Rinciannya yaitu 1200 Kepala Keluarga sebagai subjek dan 309 ha sebagai objek.

Dalam prosesnya bahkan warga melakukan pemetaan geo spasial secara mandiri, dari semua persyaratan yang ditentukan.

Menurut dia, warga hanya tidak mampu menunjukkan surat pengakuan dari desa berhubung karena belum diakuinya kawasan tersebut sebagai wilayah administratif desa.

"Konflik Moro-moro tidak hanya mengakibatkan warga kehilangan haknya atas tanah dan pemukiman bahkan warga juga telah kehilangan hak konstitusionalnya," tegas Agung.

Baca Juga: PT KSP Gelar Fun Hiking dan Kegiatan Sosial Bersama Direksi

Selain itu, Made Kastiawan juga menjelaskan tentang konflik agraria di Moro-moro tidak hanya berimbas pada kepemilikan hak atas tanah melainkan juga berimbas pada berbagai dampak sosial lainnya.

Seperti tidak bisanya warga untuk mengakses berbagai bantuan sosial yang telah diprogramkan pemerintah Pusat baik itu dalam bentuk bantuan pangan, kesehatan, pendidikan bahkan sama sekali tidak bisa mengakses pupuk bersubsidi untuk pertanian.

"Bahkan buruknya lagi dampak tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang-orang tua tetapi juga terpaksa ditanggung oleh anak-anak mereka dengan stigma sebagai anak ”perambah hutan”, ”anak ilegal” dan berbagai stigma buruk lainnya. warga juga tidak bisa mengakses listrik untuk penerangan yang akhirnya juga mengganggu aktivitas warga termasuk aktivitas belajar anak," tandasnya.

Lebih lanjut Mohammad Ali Ketua Umum AGRA juga menjelaskan terkait tahapan yang telah dilakukan oleh warga Moro-moro adalah bagian dari menuntut pembuktian atas pelaksanan Program Reforma Agraria yang telah dijanjikan Pemerintah yang tertuang dalam peraturan Presiden No. 62 tahun 2023 tentang percepatan Reforma Agraria.

Menurut dia, faktor penghambat pelaksanaanya bukanlah dari warga melainkan dari pemerintah yang semestinya menjadi instrumen pelaksana atas peraturan tersebut.

"Dan bahkan sangat disayangkan Pemerintah-pemeritnah terkait seperti Bupati, Tim terpadu PPTPKH, BPKHTL XX dan bahkan KLHK saling lempar tanggung jawab yang semakin membingungkan warga," paparnya.

Menyikapi laporan-laporan tersebut Usep Setiawan mewakili KSP menjanjikan untuk segera menindaklanjuti aduan tersebut dengan mengirimkan surat kepada KLHK untuk melakukan peninjauan lapangan langsung ke Moro-moro dimana surat tersebut akan ditembuskan ke Pemerintah Kabupaten Mesuji dan Provinsi Lampung agar menjadi asistensi bersama.

KSP juga menilai bahwa konflik Moro-moro harus menjadi ”prioritas” untuk segera mendapatkan penyelesaian.

Lebih Lanjut Ia juga menjanjikan akan melakukan kunjungan langsung ke Moro-moro bersama empat Kementerian lainnya yaitu KLHK, Kemeterian Desa, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian ATR/BPN.

Terkait beberapa dampak sosial yang juga diajukan warga, Usep Setiawan menjanjikan hal tersebut sebagai proses selanjutnya setelah proses legalisasi atas tanah warga Moro-moro terselesaikan dengan target yang dijanjikan harus terselesaikan sebelum pelantikan presiden Baru dengan durasi maksimal hingga bulan september tahun ini.

Sahrul Sidin selaku ketua Persatuan Petani Moro-moro Way Serdang (PPMWS Ranting AGRA) di akhir audiensi menegaskan untuk menyegerakan semua proses yang dijanjikan.

Sebab kata dia, semakin lama proses dijalankan maka sama saja akan semakin memperpanjang konflik bahkan akan berimbas pada semakin banyak korban yang mungkin akan terus berjatuhan mengingat konflik Moro-moro telah berjalan selama 29 tahun.

"Ini adalah konflik panjang dan ada beberapa catatan sejarah berdarah yang telah mengorbankan 11 jiwa 27 cacat permanen yang tercatat di seluruh wilayah Register 45 sepanjang periode konflik dari tahun 2006 hingga saat ini," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI