Muhammadiyah dan NU Terima Tambang, Jatam: Kepentingan yang Sama dengan Oligarki dan Elite Politik Rakus

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Senin, 29 Juli 2024 | 15:39 WIB
Muhammadiyah dan NU Terima Tambang, Jatam: Kepentingan yang Sama dengan Oligarki dan Elite Politik Rakus
Ilustrasi Tambang (Pexels/Tom Fick)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam menyoroti langkah mayoritas anggota dua organisasi masyarakat (ormas) keagamaan terbesar mengenai konsesi tambang. Kebanyakan anggota disebut belum tentu setuju dengan langkah Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut.

Sebaliknya, kebanyakan anggota dua ormas tersebut justru memiliki sikap bertolak belakang dengan segelintir elite di level pimpinan ormas.

Melihat realitas itu, Koordinator Jatam Melky Nahar mengatakan publik terutama anggota dari PBNU dan Muhammadiyah yang berada di garis depan krisis, tidak perlu berkecil hati.

"Pilihan sikap segelintir elite ormas itu jelas tidak menunjukkan aspirasi kebanyakan anggota dan warga tentu masih punya hak yang sama, menolak segala bentuk kejahatan lingkungan dan kemanusiaan di balik operasi tambang, termasuk ketika pelakunya justru perusahaan dari dan atau terafiliasi dengan kedua ormas," tutur Melky kepada Suara.com, Senin (29/7/2024).

Baca Juga: Muhammadiyah Bakal Dapat Lokasi Tambang Batu Bara Terbaik di RI

Sebelumnya, Melky menyoroti langkah PP Muhammadiyah yang mengikuti jejak PBNU yang menerima konsesi tambang yang ditawarkan pemerintah.

Menurut Melky Nahar, langkah dua ormas terbesar itu berseberangan dengan kehendak publik, terutama masyarakat korban tambang.

Melky mengatakan langkah PBNU dan Muhammadiyah itu telah menunjukkan betapa ormas yang kerap dibangga-banggknkan masyarakat ternyata tidak terlepas dari kepentingan pragmatis.

"Elite ormas, meski tak semua, punya titik temu kepentingan yang sama dengan oligarki dan elite politik rakus, akumulasi kekayaan," kata Melky.

Menurut Melky, kendati konsesi tambang ditawarkan oleh pemerintah, bukan berarti ormas-prmas keagamaan wajib menyepakati. Sebaliknya, ormas memiliki hak untuk menolak.

Baca Juga: Tudingan Hak Angket Haji Jadi 'Alat' Serang Ke PBNU Ditepis: Siapapun Menterinya Kalau Ugal-ugalan Tetap Di-Pansus

"Nyatanya itu tak dilakukan. Artinya, elite ormas ini juga sangat tamak, nyaris tak ada bedanya dengan elit politik dan oligarki itu sendiri," kata Melky.

"Kini, mereka sendiri telah memutuskan untuk berada satu gerbong dengan penjahat lingkungan, dan kelak akan menjadi pelaku," ujarnya menambahkan.

Muhammadiyah Terima Tawaran Pemerintah

Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan hasil keputusan Konsolidasi Nasional (konsolnas) di Yogyakarta, Minggu (28/7/2024). Salah satunya kesepakatan para Ketua PP Muhammadiyah bersama 35 Pimpinan Wilayah Daerah (PWM) terkait konsesi tambang.

Dalam risalah yang dibuat atas kesepakatan bersama, Muhammadiyah menyatakan diri menerima konsesi tambang yang ditawarkan pemerintah. Organisasi masyarakat (ormas) tersebut bersedia mengelola tambang yang diserahkan pada mereka dengan beberapa syarat.

"Kami selalu punya prinsip menerima, menolak, dan melakukan langkah tepat setelah mempertimbangkan berbagai faktor," papar Ketua Umum (Ketum) PP Muhammadiyah, Haedar Nashir usai penutupan konsolnas, Minggu Siang.

Haedar menyatakan, Muhammadiyah tidak serta merta menerima atau menolak tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah.

Organisasi itu telah melakukan kajian komprehensif selama lebih dari dua bulan dan memutuskan menerimanya dalam Rapat Pleno PP Muhammadiyah pada 13 Juli 2024 di Jakarta.

Muhammadiyah bahkan melibatkan berbagai aspek dan kelompok terkait usulan tersebut. Termasuk mereka yang yang tidak setuju dengan beberapa kebijakan tambang. Dengan demikian keputusan Muhammadiyah didasarkan pada pendekatan berbasis ilmu

Haedar mengklaim keputusan yang mereka pilih tanpa ada tekanan sosial dari pihak lain. Semua langkah diambil berdasarkan pertimbangan yang matang.

Sejumlah massa dari Forum Cik Di Tiro menggelar unjukrasa menuntut Muhammadiyah menolak terlibat dalam Konsesi Tambang di UNISA Yogyakarta, Sabtu (27/7/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]
Sejumlah massa dari Forum Cik Di Tiro menggelar unjukrasa menuntut Muhammadiyah menolak terlibat dalam Konsesi Tambang di UNISA Yogyakarta, Sabtu (27/7/2024). [Kontributor/Putu Ayu Palupi]

"Kami akan melibatkan kalangan profesional, baik dari internal Muhammadiyah maupun masyarakat sekitar area tambang. Sinergi dengan perguruan tinggi dan penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam juga menjadi prioritas," ungkapnya.

Haedar menambahkan, meski menyetujui konsesi tambang yang ditawarkan pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024, Muhammadiyah menyampaikan syarat-syarat yang ketat. Model pengelolaan tambang yang mereka kelola berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial.

Keuntungan usaha akan dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan Amal Usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas. Pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah akan dilakukan dalam batas waktu tertentu dan terus mendukung pengembangan sumber energi terbarukan.

Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Muhammadiyah memperkuat dakwah di bidang ekonomi. Hal itu sesuai amanat Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar tahun 2015 dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan prinsip-prinsip keadilan sosial.

"Jika pengelolaan tambang ternyata lebih banyak menimbulkan dampak negatif, kami siap mengembalikan izin usaha pertambangan kepada pemerintah," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI