Suara.com - Anak-anak Indonesia masih jadi korban prostitusi dan pornografi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa ada 24 ribu anak berusia 10-18 tahun yang menjadi korban prostitusi online.
Adapun frekuensi transaksi yang telah terjadi mencapai 130 ribu kali dengan nilai mencapai Rp 127,37 miliar.
"Pola transaksinya itu patut diduga secara kuat itu terkait dengan prostitusi, lalu kemudian ada pornografi juga,” kata ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Menurut Ivan, bahwa penanganan kasus prostitusi anak memang harus dilakukan bersama-sama. Dia menegaskan, bahwa anak-anak harus segera dapat perlindungan dari paparan pornografi dan penggunaan internet yang buruk.
"Kami melihat memang berat sekali tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia jika tidak kita support sama-sama," ujarnya.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menambahkan, ekploitasi anak lewat prostitusi dan pornografi itu termasuk tindakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dia meminta agar penegak hukum turut mengejar pelaku yang mendagangkan dan menerima keuntungan dari kejahatan tersebut.
“Itu harusnya bisa diungkap dan data-data itu jadi salah satu alat bukti. Yang disampaikan tadi betul, kasusnya adalah prostitusi online. Di situlah banyak sekali anak-anak kita jadi korban prostitusi online,” kata Ai.
Ai juga meminta aparat penegak hukum harus bisa memberikan efek jera kepada pelaku dibalik prostitusi online pada anak-anak.
"Harus ada dampak jera yang harus dimiliki oleh seluruh masyarakat, jangan pernah membeli seks dengan anak," katanya.
Baca Juga: Profil Eritza Dwi Ardani, Selebgram Diduga Terlibat Prostitusi Online