Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat, angka permohonan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan.
Dalam catatan LPSK dalam memperingati Hari Anak Nasional, dibandingkan pada 2023 lalu, permohonan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak mengalami kenaikan sebesar 81 persen.
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati mengatakan, dalam catatan LPSK sepanjang tahun 2023, ada 973 permohonan tindak pidana seksual terhadap anak yang diterima oleh pihaknya.
Kemudian pada tahun 2022 sebanyak 537 permohonan. Sedangkan hingga Juni 2024 tercatat ada 421 permohonan perlindungan
Baca Juga: Ironi Hari Anak Nasional, FSGI Soroti Masih Banyak Kekerasan Murid Di Sekolah
Permohonan perlindungan soal kekerasan seksual terhadap perempuan juga, kata Nurherwati, mengalami peningkatan. Pada tahun 2023 lalu, ada sekitar 214 permohonan, kemudian ada 99 permohonan pada 2022. Sedangkan hingga Juni 2024 terdapat 135 permohonan.
‘’Kenaikan jumlah permohonan perlindungan ke LPSK ini menunjukkan urgensi penanganan yang diperlukan pada anak dan perempuan yang berhadapan dengan hukum,” ujar Nurherwati, kepada Suara.com, Rabu (24/7/2024).
Adapun wilayah yang paling banyak membuat permohonan perlindungan terhadap anak pada tahun 2023 lalu, yakni Jawa Barat. Ada sekitar 117 permohonan perlindungan yang terjadi disana.
Wilayah lainnya yakni Lampung dengan 79 permohonan, Jawa Tengan 77 permohonan, Sulawesi Selatan 77 permohonan.
“Kemudian Banten 72 perlindungan, dan DKI Jakarta sebanyak 6 permohonan perlindungan,” katanya.
Baca Juga: KemenPPPA Terima 67 Aduan Kekerasan Anak Di Ranah Online, Terkini Kasus Open BO 'Premium Place'
Kemudian pada 2023 lalu, juga terdapat 1.894 program perlindungan yang diakses oleh korban tindak pidana kekerasan seksual.
Paling banyak masyarakat mengakses layanan pemenuhan hak prosedural sebanyak 568, fasilitasi restitusi sebanyak 591, rehabilitasi psikologis sebanyak 381 dan hak atas pembiayaan sebayak 88.
Nurherwati menyebut anak yang masih berusia dini sangat rentan dan membutuhkan dukungan khusus agar mendapatkan pemenuhan hak dan bantuan.
Maraknya penyelesaian perkara kekerasan seksual anak di luar jalur hukum sangat memprihatinkan.
Dia mengaku, pihaknya sering menerima permohonan, namun di tengah jalan keluarga korban mencabut laporan sehingga LPSK tidak bisa memberikan perlindungan karena kasusnya sudah SP3 atau dilakukan perdamaian dengan pelaku.
“Saya sudah berkomunikasi dengan Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terkait sejumlah masalah tersebut. Beliau menjelaskan bahwa terdapat Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dapat dimaksimalkan,” bebernya.
“Hal ini tentu dapat mengatasi sejumlah perkara perempuan dan anak yang terkendala upaya penyelesaian hukum dan pemulihannya, termasuk bantuan operasional perlindungan di level daerah,” tambahnya.
Nurherwati juga mengaku, tindakan pidana seksual terhadap anak juga merupakan kewenangan dari LPSK. Saat ini, lanjut Nurherwati, pihaknya juga sedang menyiapkan tempat perlindungan untuk anak dan kelompok rentan lainnya.
“LPSK saat ini sedang membangun mekanisme khusus untuk kelompok rentan, termasuk menyiapkan tempat perlindungan khusus untuk anak, perempuan dan kelompok rentan lainnya,” imbuhnya.