Suara.com - Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) dikritik karena dinilai banyak kecurangan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengumpulkan setidaknya ada sepuluh model kecurangan PPDB yang sering dilakukan.
Koodinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji mengatakan, kalau kecurangan PPDB itu bahkan terjadi secara merata di banyak daerah.
Berdasarkan pemantauan JPPI, ada sekitar 10 jenis modus kecurangan dalam PPDB 2024. Di antaranya, pungutan liar, cuci rapor, permainan kuota bangku, sertifikat palsu, penerima KIP tidak lulus, otak-atik titik zonasi, siswa titipan, sistem online tapi tertutup, jual beli kursi dan suap, serta manipulasi KK.
Dari seluruhnya, ada lima kecurangan terbesar yang terjadi di tahun ini, yakni cuci rapor 19 persen, sertifikat palsu 16 persen, jual beli kursi 15 persen, permainan kuota bangku yang tersedia 11 persen, dan manipulasi KK 10 persen.
Baca Juga: PPDB Disebut Banyak Kecurangan, Jumlah Anak Tak Sekolah Diprediksi Bertambah
"Cuci rapor dan pemalsusan sertifikat ini modus lama yang tambah marak tahun ini. Kasus ini khusus terjadi di jalur prestasi. Sedangkan Manipulasi KK, hanya terjadi di jalur zonasi. Sementara kasus jual beli kursi yang diwarnai dengan suap juga permainan kuota bangku, ini bisa terjadi di semua jalur (prestasi, zonasi, dan afirmasi)," kata Ubaid dalam keterangannya kepada Suara.com, Selasa (23/7/2024).
Menurutnya, berbagai kecurangan tersebut telah melukai harapan anak-anak untuk bisa lanjut sekolah. Terutama bagi anak-anak yang tidak lulus PPDB sehingga tidak bisa melanjutkan sekolah karena faktor biaya.
“Memang, sebagian anak-anak yang tidak lulus PPDB ini, ada yang berhasil melanjutkan pendidikan di sekolah swasta hingga lulus tuntas. Tapi, pada sisi lain, ternyata masih ada jutaan anak Indonesia yang harus gigit jari dan menelan pil pahit karena tidak bisa sekolah,” papar Ubaid.
Akibat dari bernagai kecurangan itu, diperkirakan angka anak tidak sekolah pada tahun ajaran 2024/2025 jadi meningkat.
Anak-anak yang tidak sekolah akibat gagal PPDB disebutkan ada dua model. Pertama, anak yang tidak lanjut ke jenjang lebih tinggi, atau lulus tidak melanjutkan. Misalnya lulus SD, tapi kemudian tidak lanjut ke jenjang SMP. Data Pusdatin Kemendikbud tahun ajaran 2023/2024 menunjukkan jumlahnya mencapai 1.267.630 anak.
Baca Juga: Cara Cek Pengumuman PPDB Jateng 2024, Ini Link Situs dan Tahap Selanjutnya Bagi yang Lolos
Kemudian model kedua, ialah lanjut ke jenjang yang lebih tinggi, tapi kemudian putus sekolah tidak sampai lulus atau drop out. Jumlahnya mencapai 1.153.668 anak.