Suara.com - Bareskrim Polri meringkus seorang tersangka dalam perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berinisial FLA (36) usai menjadikan warga negara Indonesia (WNI) sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Sydney, Australia.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani mengatakan, terbongkarnya kasus ini bermula ketika Polri mendapat laporan dari Australian Federal Police (AFP) tentang adanya kasus TPPO dengan modus dipekerjakan sebagai PSK di Australia.
"Kami pun mendalami informasi tersebut dan melakukan penyelidikan dan penyidikan dimulai dari pendalaman keterangan dari para korban," kata Djuhandani di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Usai melakukan pengembangan, polisi kemudian meringkus seorang tersangka berinisial FLA (36), yang merupakan warga Kalideres, Jakarta Barat.
Baca Juga: Ungkap Sindikat Perdagangan Orang, DFW Indonesia: Pemerintah RI Gagal Tegakkan Hukum di Laut
FLA berperan sebagai orang yang merekrut para WNI untuk menjadi PSK. FLA juga berperan sebagai orang yang menyiapkan visa dan tiket untuk keberangkatan korban ke Sydney.
Setelah menerbangkan para korban ke Australia, FLA kemudian menyerahkannya kepaga seorang yang berinial SS alias Batman yang berada di Sydney.
Adapun peran SS alias Batman sebagai koordinator beberapa tempat prostitusi di Sydney.
"Tersangka Batman menjemput, menampung dan mempekerjakan para korban di beberapa tempat prostitusi yang berada di Sydney, serta memperoleh keuntungan dari para korban," jelasnya.
Batman, lanjut Djuhandhani telah diringkus oleh pihak AFP, dan dilkaukan penahanan pada 10 Juli lalu.
Baca Juga: Kemlu Upayakan Pembebasan Lima WNI Korban Bisnis Online Scam di Myanmar
Polisi menyita beberapa barang bukti dari tangan FLA, di antaranya sebuah paspor, dua buku tabungan, dua ATM, tiga handphone, satu laptop, satu hardisk, dan 28 paspor milik WNI diduga merupakan korban TPPO.
Polisi juga menemukan catatan pembayaran dan pemotongan gaji yang dikirim korban yang sudah bekerja sebagai PSK di Sydney.
Selain itu, dari tangan FLA, petugas juga mendapatkan file berisi draft perjanjian kerja sebagai PSK soal aturan jam kerja dan surat utang piutang sebesar Rp50 juta.
"Kontrak kerja dibuat sebagai jaminan apabila para korban tidak bekerja dalam kurun waktu 3 bulan maka harus membayar utang tersebut," jelasnya.
Kepada penyidik, FLA mengaku berprofesi sebagai penyalur PSK ke Australia sejak 2019 silam. Total telah ada 50 WNI yang diberangkatkan untuk menjadi PSK di Australia.
"Tersangka mendapatkan keuntungan Rp500 juta," katanya.
Dalam kasus ini, FLA dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp600 juta.