Suara.com - Tentara Israel terbukti melanggar dan melakukan penjajahan terhadap warga Palestina usai ICJ dalam persidangan yang digelar di Den Haag, Jumat (19/7) lalu, memutuskan bahwa aktivitas tersebut langgar hukum internasional.
Hakim ketua Nawaf Salam mengatakan bahwa berdasarkan permintaan Majelis Umum PBB, ICJ mempunyai yurisdiksi untuk mengeluarkan advisory opinion mengenai konsekuensi hukum pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Kebijakan pemukiman Israel tidak sesuai dengan kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional, kata Salam selama persidangan. Dia menyebutkan bahwa aktivitas pemukiman Israel yang melanggar hukum internasional terus meluas.
Pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah aneksasi de facto yang melanggar hak-hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, kata dia menambahkan.
ICJ, yang berbasis di Den Haag, menggelar sidang tentang konsekuensi hukum pendudukan Israel atas wilayah Palestina, termasuk Yerusalem Timur, pada 19-26 Februari.
Selama persidangan, lebih dari 50 negara dan tiga organisasi internasional yaitu Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Uni Afrika, membahas isu tersebut.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani menyatakan fatwa hukum Mahkamah Internasional (ICJ) telah mematahkan argumentasi Israel atas pendudukannya di Palestina.
Kadir menjelaskan bahwa selama ini Israel selalu membenarkan tindakannya dengan berdalih mereka memiliki hak sejarah atas Tepi Barat dan Jalur Gaza, sehingga berhak untuk menguasai wilayah Palestina itu bahkan membangun permukiman bagi warganya.
“Kita tahu Israel selalu menyampaikan argumentasi hukum internasional yang cukup kuat, tetapi keputusan (ICJ) ini justru mematahkan semua argumentasi Israel selama ini,” kata Kadir, dilansir dari Antara.
Baca Juga: Serangan Udara Israel Bikin Warga Palestina di Khan Younis Ketakutan
Fatwa hukum atau advisory opinion ICJ juga disebutnya sangat penting karena memiliki karakter persuasif (persuasive character) dan kewenangan substantif (substantive authority), yang menegaskan situasi normatif yang terjadi di Palestina.