Suara.com - Pemerintah Kota Padang memperingati peristiwa gugurnya Pahlawan Nasional sekaligus Wali Kota Padang ke-2, Bagindo Aziz Chan yang gugur ditembak oleh serdadu Belanda pada 19 Juli 1947.
Peringatan itu dilaksanakan dengan upacara bendera di Lapangan Imam Bonjol yang dihadiri seluruh Forkopimda Kota Padang, dan keluarga almarhum Bagindo Aziz Chan.
Penjabat (Pj) Wali Kota Padang, Andree Algamar mengatakan, peringatan yang digelar itu bertujuan untuk memupuk kembali nilai-nilai kepahlawanan, terutama untuk generasi muda.
"Agar generasi muda Kota Padang terus menjaga semangat dalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan Indonesia," katanya, Jumat (19/7/2024).
Profil Bagindo Aziz Chan
Nama Bagindo Aziz Chan tak asing bagi publik Kota Padang. Selain namanya diabadikan menjadi nama jalan, sejumlah monumen di ibu kota provinsi Sumbar itu juga disematkan nama Aziz Chand.
Bagindo Aziz Chand yang lahir pada 30 September 1910 telah berkecimpung di pergerakan kemerdekaan Republik Indonesia sejak usia muda. Dia tercatat sebagai anggota hingga pengurus Jong Islamieten Bond yang dipimpin Haji Agus Salim.
Aziz Chand juga membentuk Persatuan Pelajar Islam di Kota Padang Panjang. Dia pun menjadi seorang guru yang kemudian menjadi kepala sekolah pergerakan modern Islamieten Kwekschool (MIKK) di Kota Bukittinggi.
Melansir berbagai sumber, Bagindo Aziz Chan lahir di Kampung Alang Laweh, Kota Padang, Sumbar. Dia merupakan anak keempat dari enam bersaudara, buah cinta pasangan Bagindo Montok dan Djamilah.
Aziz Chand diangkat menjadi Wali Kota Padang pada tanggal 15 Agustus 1946. Dia tercatat sebagai Wali Kota Padang kedua setelah kemerdekaan menggantikan Abu Bakar Jaar yang pindah tugas ke Sumatera Utara.
Aziz Chand meninggal dunia pada usia 36 tahun. Dia gugur saat bertempur melawan Belanda pada 19 Juli 1947. Menurut hasil visum yang saat itu dilakukan di rumah sakit yang sekarang bernama RS Tentara Dr. Reksodiwiryo, Aziz Chand meninggal akibat terkena benda tumpul. Selain itu, terdapat tiga bekas tembakan di wajahnya.
Pada 10 Oktober 1945, di tengah situasi kedatangan Sekutu di Padang, Azin Chand menolak tunduk terhadap kekuatan militer Belanda yang berada di belakang tentara Sekutu. Dia terus memberikan perlawanan. Dia juga menerbitkan surat kabar perjuangan yang bernama Republik Indonesia Jaya.
Sebelum turun ke medan pergerakan kemerdekaan di Padang, Aziz Chan mengenyam pendidikan di HIS Padang. Kemudian berlanjut ke MULO di Surabaya, dan AMS di Batavia.
Tamat dari AMS dan sempat dua tahun duduk di Rechtshoogeschool te Batavia (RHS), Aziz Chand juga sempat membuka praktik pengacara dan aktif di beberapa organisasi.