Suara.com - Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) memaksa DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebelum periode parlemen 2019-2024 berakhir.
Komisioner Komnas Perempuan Olivia Ch Salampessy menyampaikan, RUU PPRT itu sudah seharusnya disahkan mengingat telah dirancang selama 20 tahun tapi tak pernah ada kejelasan.
Olivia juga menyampaikan bahwa pengesahan RUU PPRT itu harus dilakukan oleh DPR periode 2019-2024 karena menjadi ambang batas waktu usia RUU.
"Mengingat ketentuan dalam undang-undang pembentukan perundang-undangan, jika tidak ada yang disepakati pada sisa waktu periode legislatif saat ini. Maka RUU PPRT dikategorikan sebagai RUU non carry over yang berarti RUU PPRT harus dimulai kembali pada tahap perencanaan di periode DPR 2024-2029," jelas Olivia dalam konferensi pers, Jumat (19/7/2024).
Baca Juga: Donald Trump Ditembak saat Kampanye, DPR Ikut Murka: Lawan Segala Kekerasan yang Ancam Demokrasi!
Padahal selama 20 tahun tersebut, RUU PPRT sudah melalui berbagai proses kajian, studi banding, dialog, revisi dan pembahasan. Statusnya kini sudah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada 21 Maret 2023.
Mengingat bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengirimkan daftar inventarisme masalah RUU PPRT kepada pimpinan DPR, Olivia berpandangan kalau seharusnya proses pengesahan bisa cepat dilakukan.
"Lembaga nasional hak asasi manusia yakni Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komite Nasional Disabilitas mendorong DPR dan pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT," tegas Olivia.
Aturan tersebut dinilai perlu ada untuk melindungi pekerja rumah tangga juga pemberi kerja. Sebab, kasus kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga tak pernah surut setiap tahun.
Catatan tahunan Komnas Perempuan menunjukan bahwa sepanjang 2019-2023 terdapat 25 kasus PRT. Kemudian KPAI juga mencatat pada 2020 sekitar 30 persen anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan anak (TPPA) dipekerjakan sebagai PRT.
Baca Juga: Ketum PAN Zulhas Setuju DPR Bentuk Pansus Angket Haji, Asalkan...
Data KPAI juga bahwa pada periode 2023-2024 menunjukan situai PRT anak bukan hanya mulai eksploitasi ekonomi, namun juga seksual serta bentuk-bentuk penyiksaan dan berakhir tanpa proses hukum karena mencabut laporan dari orang tua atau walinya.
Sementara data Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) 2018 menunjukkan sampai 2023 terdapat 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT.
"Situasi Ini seharusnya menjadi pertimbangan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga," ujar Olivia.