Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) merasa risau atas tindakan SMPN 19 Depok yang menaikan nilai 51 muridnya. Tindakan memanipulasi data tersebut dilakukan agar para murid itu bisa diterima di sekolah negeri lewat jalur nilai rapor.
Deputi Pemenuhan Hak Anak KPPPA, Nahar menyampaikan bahwa tindakan tersebut justru bisa merenggut hak anak lainnya. Sehingga dia mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur.
"Harus diperiksa apakah itu prosedur yang sesuai standar yang ada atau belum. Jangan sampai nanti merugikan peserta didik lainnya," kata Nahar ditemui saat acara perayaan Hari Anak Nasional di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Nahar menyampaikan bahwa sebenarnya telah ada standar penerimaan siswa berdasarkan jalur prestasi yang diatur oleh Dinas Pendidikan Kemendikbud Ristek. Oleh sebab itu, dia menyarankan akan tindakan SMPN 19 Depok perlu diperiksa berdasarkan standar tersebut.
Baca Juga: KemenPPPA Minta Sekolah SMAN 1 Cawas Bersihkan Sumber Listrik Penyebab Siswanya Meninggal Saat Ultah
"Rumusnya, kalau prosedurnya tidak sesusai nanti bisa berdampak kepada kelanjutan. Makanya sejak awal harus melalui proses yang benar. Kemudian kalau diduga ada prosedur keliru, maka harus dipastikan mengecek kembali kejadian yang benar apakah sudah sesuai pedoman yang ada," tuturnya.
Sebanyak 51 murid yang nilainya dikatrol tersebut pada akhirnya ditolak masuk oleh SMA negeri tujuan. Puluhan murid tersebut diketahui mendapatkan kenaikan nilai secara cuma-cuma di rapor hingga 20 persen. Saat ini dikabarkan kalau seluruhnya jadi melanjutkan pendidikan di sekolah swasta.
Nahar berpesan, jangan sampai anak-anak mendapatkan stigma negatif akibat peristiwa tersebut.
"Dampaknya tidak hanya ke dampak anak (yang nilainya dikatrol) itu saja tapi juga ke anak lainnya. Jugamm jangan sampai anak terstigma akibat tindakan yang tidak tepat. Dan kalau ini benar, jangan sampai peluang atau hak anak lainnya menjadi tertutup," pungkas Nahar.
Baca Juga: Disdik DKI Coret 53 Ribu Siswa Penerima KJP Plus Tahap Satu 2024, Apa Alasannya?