Jadi Guru 'Killer' Disebut Tak Lagi Relevan, Pengajar Tak Boleh Membunuh Karakter Murid

Selasa, 16 Juli 2024 | 21:27 WIB
Jadi Guru 'Killer' Disebut Tak Lagi Relevan, Pengajar Tak Boleh Membunuh Karakter Murid
Ilustrasi guru mengajar. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Istilah guru 'killer' kerap digunakan oleh murid angkatan milenial dan generasi sebelumnya sebagai julukan bagi guru yang galak. Istilah tersebut nampaknya tak lagi populer di kalangan para siswa yang kini diisi oleh Gen Z dan Gen Alpha.

Pengamat pendidikan Ubaid Matraji mengatakan, bahwa konsep guru 'killer' sudah tak boleh diterapkan kepada murid. Alih-alih membuat murid takut, menurut Ubaid, menjadi guru yang galak justru berisiko membunuh karakter anak-anak selama belajar di sekolah.

"Itu membunuh karakter siswa, imajinasi siswa. Jadi orang punya imajinasi belum apa-apa sudah dibunuh. Orang punya kreatifitas, belum ngomong sudah dibunuh. Jadi itu tidak relevan sama sekali," kata Ubaid kepada Suara.com, dihubungi Selasa (16/7/2024).

Sebagai tenaga pendidik, lanjut Ubaid, tugas guru justru harus melahirkan dan menumbuhkan karakter muridnya, bukan justru membunuh yang sudah ada.

Baca Juga: Tingkatkan Mutu Dunia Pendidikan, Perguruan Tinggi Harus Bekerja Sama dengan Pemerintah

"Melahirkan kritisisme, melahirkan imajinasi, melahirkan perbedaan, itu sebuah rahmat. Perbedaan itu bukan sebuah musibah, perbedaan itu sebuah rahmat," imbuhnya.

Bersikap galak dengan maksud untuk menunjukan kewibawaan sebagai guru juga dinilai sebagai tindakan yang keliru. Sebab, kata Ubaid, kewibawaan harusnya jadi sesuatu yang terjadi secara alami bukan sengaja diciptakan dengan memperlihatkan sikap galak kepada murid.

"Kalau guru itu menginspirasi anak-anak, guru itu perilakunya baik, guru itu mengajarkan hal-hal yang baik, tanpa diminta untuk menghormati itu semua orang akan menghormati. Jadi bukan sesuatu yang ditakut-takuti gitu, bukan sesuatu yang dipaksakan," terang dia.

Sikap menghormati karena dibayangi rasa takut, dikatakan oleh Ubaid, justru seperti mengajarkan sikap munafik kepada murid. Pasalnya, murid seperti terpaksa hormat kepada guru yang sebetulnya dia hanya takut terhadap sikap galaknya.

"Karena (jadi guru 'killer') kontraproduktif dengan tujuan pendidikan sendiri yang bagaimana memerdekakan manusia-manusia tapi malah menakut-takuti," tambahnya.

Baca Juga: P2G Sebut Pemberhentian Guru Honorer di Jakarta Paling Kasar, Jadi Sulit Cari Pekerjaan di Tahun Ajaran Baru

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI