Gubernur dan Wagub Jakarta Selalu Laki-Laki, Benarkah Masyarakat Tak Terbiasa Dipimpin Perempuan?

Minggu, 14 Juli 2024 | 09:25 WIB
Gubernur dan Wagub Jakarta Selalu Laki-Laki, Benarkah Masyarakat Tak Terbiasa Dipimpin Perempuan?
Ilustrasi pilkada. [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perempuan belum terbukti bisa eksis di dalam pusat perpolitikan di Jakarta. Hal itu terlihat dari daftar Gubernur dan Wakil Gubernur yang selalu dipimpin oleh laki-laki sejak Pilkada Jakarta pertama kali diselenggarakan pada 2007.

Fenomena tersebut, dikatakan oleh pengamat politik Lely Arrianie bahwa bukan berarti masyarakat Jakarta belum terbiasa dipimpin perempuan. Melainkan, komunikasi politik perempuan yang belum mampu menyentuh perhatian pemilihnya.

"Kita pernah punya presiden perempuan, artinya kan memang bukan tidak terbiasa (dipimpin perempuan). Tapi memang mungkin komunikasi politik perempuan yang maju dalam proses pencalonan dan Pilkada itu sendiri yang tidak kena bahasa komunikasi politiknya dengan calon pemilih," kata Lely kepada Suara.com, dihubungi Jumat (12/7/2024).

Dia sendiri pernah menemukan pengakuan masyarakat yang malas memilih calon legislatif perempuan lantaran pembawaan dirinya yang dinilai terlalu sombong.

Baca Juga: Tokoh Perempuan Kalah Eksis di Pilkada Jakarta, Pengamat: Elite Politik Terkotak Pikiran Maskulin

"Saya pernah denger tuh ada caleg-caleg, 'ah ngapain pilih dia, gayanya belum jadi aja udah sombong banget. Bisa juga karena stik tertentu yang dimunculkan di daerah stigma tertentu, misalnya perempuan itu kan di dapur, sumur, kasur dan mereka mempertahankan itu," katanya.

Diakuinya bahwa budaya patriarki masih turut mempengaruhi perempuan tidak lebih banyak dipilih dalam kontestasi politik dibandingkan laki-laki. Oleh sebab itu, perempuan sendiri diminta untuk berani lakukan gebrakan berbeda.

Menurut Lely, menjadi pekerjaan rumah juga bagi para partai politik dalam mendorong perempuan punya kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk tampil. Tak hanya itu, budaya patriarki dalam masyarakat terkait kepemimpinan perempuan juga harus ditumbangkan.

"Kalau perempuan sudah lakukan perubahan tapi tetap tidak terpilih, artinya ada variabel lain yang mengganggu, yaitu variabel pemiliknya. Artinya mungkin bagi para pembuat regulasi di bidang politik harus memikirkan dua hal ini lagi," katanya.

Baca Juga: Usul Sylviana Murni dan Risma Duet Maut di Pilkada Jakarta, Siti Zuhro: Saatnya Perempuan Turun Gunung!

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI