Panggung Politik Indonesia Dinilai Terlalu Maskulin, Jadi Hambatan untuk Perempuan Bisa Ikut Eksis

Jum'at, 12 Juli 2024 | 17:57 WIB
Panggung Politik Indonesia Dinilai Terlalu Maskulin, Jadi Hambatan untuk Perempuan Bisa Ikut Eksis
Ilustrasi politisi laki-laki. (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Panggung politik Tanah Air dinilai belum ramah bagi perempuan. Itu jadi salah satu sebab keterlibatan tokoh perempuan masih lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Kondisi itu yang saat ini terpotret di Pilkada Jakarta.

Terkait itu, pengamat politik Lely Arrianie menyebut kalau nuansa panggung politik di Indonesia masih terlalu maskulin.

"Kita harus tahu panggung politik itu di tata maskulinitas, menempatkan perbedaan dari peran-peran tertentu," kata Lely saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/7/2024).

Meski dalam Undang-Undang Pemilu telah ada diatur adanya keterwakilan perempuan minimal 30 persen, namun Lely melihat, hal itu pun belum terwujud.

Baca Juga: Diprediksi Ada 3 Poros, PDIP dan PKB Bakal jadi Rival Anies di Pilkada Jakarta?

Tak hanya dari keterlibatan perempuan menjadi kandidat pemimpin daerah, bahkan sebagai petugas KPU dan Bawaslu pun kehadiran perempuan masih dinilai kurang.

"Karena panggung politik itu maskulin, jadi itu (tokoh laki-laki) terus yang ditonjolkan," kata Lely.

Dia menyampaikan bahwa perempuan sendiri juga harus inisiatif mengejar kesempatan agar bisa turut berperan aktif di politik. Sebab, Indonesia sendiri sebenarnya tak kekurangan tokoh politik perempuan yang berkualitas.

"Padahal perempuan berkelas juga tidak kalah banyaknya. Tapi karena maskulinitas seperti itu yang ditonjolkan di segala aspek, maka perempuan-perempuan yang sebetulnya juga berkualitas jadi tersingkirkan," tuturnya.

Ilustrasi bendera-bendera parpol. [Ist]
Ilustrasi bendera-bendera parpol. [Ist]

Untuk mengubah kondisi maskulinitas tersebut, menurut Lely, perlu dilakukan suatu gebrakan dengan menonjolkan kemampuan dan eksistensi perempuan.

Baca Juga: Cuma PDIP yang Bisa, Mungkinkah Jakarta Dipimpin Perempuan di 2024?

Selain itu, perempuan juga harus berani mempromosikan dirinya layak menjadi pemimpin di daerah.

Lely mengingatkan, jangan sampai perempuan hanya menunggu kesempatan dari elit politik.

"Kadang-kadang perempuan itu sendiri yang malah memarginalisasi dirinya. Kalau dia ada di unit partai seharusnya dia bisa mengajukan diri. Namanya tidak disebut, dia juga tidak menyebut namanya padahal dia berprestasi, ya sudah makin tenggelam," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI