Suara.com - Perayaan Hari Asyura dirayakan tiap 10 Muharram. Berbagai tradisi, acara, dan doa dipanjatkan untuk menyambut datangnya tahun baru ini
Perayaan ini juga identik dengan hidangan bubur Asyura. Hidangan khas tersebut ternyata tak hanya menjadi tradisi, namun juga penuh makna.
Bubur Asyura merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.
Bubur ini dibuat dari 9 bahan antara lain beras, jagung, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, ketela pohon, kacang tanah, pisang dan ubi jalar. Bubur lalu diberi bumbu gulai, daun pandan, serai dan bumbu lainnya.
Baca Juga: Ayah Thariq Tolak Salaman dengan Aaliyah, Seperti Apa Hubungan Mertua dan Menantu dalam Islam?
Pembuatannya memakan waktu lama, bisa sampai 3 jam. Bubur nantinya disajikan di piring beralas daun pisang. Warga lalu bisa menikmatinya bersama-sama.
Bubur asyura adalah bubur khas Melayu yang berasal dari Kepulauan Riau. Biasanya bubur ini disajikan dalam mangkuk besar untuk 4 orang, baru dilengkapi mangkuk-mangkuk kecil untuk menyantapnya.
Umat biasanya menikmati bubur ini ramai-ramai di masjid atau dikirimkan ke rumah untuk warga yang tak bisa ke masjid.
Bubur asyura memiliki makna terkait nilai sosial. Sebab, cara pembuatan bubur Asyura melibatkan banyak orang yang memunculkan solidaritas.
Lalu ada nilai budaya dimana tradisional ini menjadi salah satu sarana upacara keagamaan yang telah dilakukan secara turun temurun.
Baca Juga: Kapan Puasa Asyura 2024? Jadwalnya Minggu Depan, Ini Bacaan Niat, Hadits, Keutamaan dan Tata Caranya
Sejarah Bubur Asyura
Bubur Asyura ternyata sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.
Sebagian ulama' berpendapat : "Banjir itu menggenang di atas bumi selama 6bulan" Sebagian ulama' lagi berpendapat bahwa banjir itu menggenangi bumi selama 150 hari (5 bulan).
Setelah hampir enam bulan, perahu Nabi Nuh berlabuh tepat pada Hari Asyuro,yaitu tanggal 10 Bulan Muharram.
"Kemudian berpuasalah Nabi Nuh dihari itu sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Nabi Nuh juga memerintahkan semua penumpang untuk ikut menunaikan puasa sebagai tanda syukur atas kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Para hewan semua juga ikut melakukan puasa.
Dinukil dari laman PISS-KTB, dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh as sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari Asyuro, Nabi Nuh berkata kepada kaumnya:
“kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!”. Lalu beliau menghampiri (mereka) dan berkata: “(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)”.
Kemudian Nabi Nuh berkata: “pasaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat”. Dari peristiwa ini maka kaum muslimin (terbiasa) memasak biji-bijian.
Kejadian di atas merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan. Dan juga peristiwa itu dijadikan (inspirasi) sebagai kebiasan setiap hari Asyura.