Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, menekankan pentingnya kementerian/lembaga bekerja sama untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan tumpang tindih lahan karena penting bagi kawasan hutan dan kawasan di luar hutan.
Hal itu ditekankan Moeldoko sebab ia menilai ego sektoral masih menjadi salah satu tantangan utama dalam percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy.
“Saya mohon dengan sangat antara kementerian dengan lembaga, antara pusat dan daerah untuk menanggalkan egonya masing-masing,” kata Moeldoko pada kegiatan One Map Policy Summit 2024, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (12/7/2024).
Moeldoko mengatakan Kantor Staf Presiden bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Satuan Tugas Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK, mengawal ketat Kebijakan Satu Peta melalui monitoring dan evaluasi rencana aksi.
Baca Juga: Indonesia Jajaki Peluang Kerjasama Terkait Capacity Building dengan IMO dan MOWCA
Ia mengapresiasi Kemenko Perekonomian yang telah menindaklanjuti rencana aksi tersebut dengan pelaksanaan teknis di lapangan melalui proyek-proyek percontohan di beberapa daerah, seperti Kotawaringin Baru dan Pasuruan.
Melalui tindak lanjut tersebut, hasilnya selama 2019 hingga 2024 terjadi penurunan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang (tumpang tindih) secara siginifikan, yakni dari 77,38 juta hektare atau 40,6% dari luas daratan nasional menjadi 57,41 juta hektare atau 30,1% dari luas daratan nasional.
“Proyek percontohan ini bisa jadi tolok ukur bagi daerah lainnya,” ujar Moeldoko.
Moeldoko sekaligus menyampaikan tiga gagasan untuk percepatan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.
Pertama, pemanfaatan Geoportal Satu Peta untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih tata ruang, kawasan hutan, batas wilayah, izin, dan hak atas tanah, khususnya dalam Proyek Strategis Nasional.
Baca Juga: Hakim Beberkan Deretan Kepentingan Pribadi hingga Keluarga SYL yang Dibiayai Uang Kementan
"Sehingga perselisihan terkait peta yang digunakan bisa diminimalisir,” kata Moeldoko.
Kedua, melakukan integrasi data agar tidak terjadi lagi tumpang tindih data dan tercipta perencanaan yang efektif bagi pelaksanaan suatu program. Ketiga, keterlibatan publik dari lembaga nonpemerintah, seperti akademisi, masyarakat sipil, dan asosiasi bisnis.
"Khususnya dalam konteks penyelesaian konflik pertanahan, bisnis, dan investasi,” kata Moeldoko.
Diketahui, Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy merupakan sebuah arahan strategis untuk mewujudkan satu peta nasional yang akurat, terintegrasi, dan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan yang tepat dan akuntabel dalam mempercepat pembangunan nasional.
Kebijakan Satu Peta diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta.