Suara.com - Revisi Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang mendapat 'karpet merah' di DPR kini menjadi polemik karena dianggap berbau pesanan. Pernyataan itu disampaikan oleh Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus.
Diketahui, DPR belum lama langsung bersepakat untuk menjadikan RUU Wantimpres sebagai RUU Inisiatif. Muncul dugaan jika RUU Wantimpres itu sangat berkaitan dengan kepentingan pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto nantinya. Apalagi, kata Lucius Karus, RUU Wantimpres itu seolah-olah sengaja dikebut menjelang pergantian masa jabatan di parlemen.
"Jadi jelas unsur pesanan dalam perencanaan dan pembahasan RUU-RUU tersebut sangat jelas terlihat," ujar Lucius saat dihubungi Suara.com, Jumat (12/7/2024).

Lucius pun mengungkap imbas dari adanya dugaan 'pesanan' terkait RUU Wantimpres yang kini sedang dikebut oleh DPR.
"Bahaya segera terlihat ketika UU hanya dibuat untuk memenuhi pesanan. Sulit rasanya melihat hasil yang berkualitas atau terakomodirnya kepentingan publik. Bahkan sekedar untuk melibatkan publik dalam proses pembahasan pun rasanya sulit," ujarnya.
Menurutnya, kuatnya unsur pesanan di balik RUU Wantimpres itu makin memperburuk citra DPR karena produk legislasi yang dihasilkannya merusak tatanan demokrasi di Tanah Air.
"Ya DPR kali ini akhirnya akan tercatat menghasilkan produk legislasi yang rentan merusak konsolidasi demokrasi dengan menghadirkan UU yang hanya demi memuaskan kepentingan elite yang akan berkuasa saja," pungkasnya.
Puan Wanti-wanti Anak Buah
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan kepada jajarannya agar berhati-hati dalam pembahasan Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) supaya tak dilakukan menyalahi aturan.
Baca Juga: Puan Wanti-wanti Anak Buahnya di DPR soal RUU Wantimpres: Jangan Langgar Aturan!
Hal itu disampaikan Puan menanggapi pertanyaan awak media soal kemungkinan lewat revisi UU, Wantimpres nanti perannya akan sejajar dengan Presiden.