Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menanggapi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut) yang membebaskan mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin dalam kasus tindak pidana perdagangan orang.
Anggota Divisi Hukum KontraS Azlia Amira Putri menegaskan bahwa pihaknya mengecam putusan vonis hakim tersebut karena dianggap tidak berorientasi pada korban.
"Kami melihat bahwa hakim pemeriksa perkara tidak berorientasi pada korban sehingga berakibat jalan mendapat keadilan semakin jauh dan terjal,” kata Azlia kepada Suara.com, Kamis (11/7/2024).
Untuk itu, dia menegaskan bahwa KontraS mendorong jaksa penuntut untuk menaikkan kasus ini hingga kasasi dan terus memperjuangkan restitusi bagi korban dan ahli warisnya.
"Kami merasa perlu untuk jaksa penuntut umum menaikkan kasus ini ke tingkat kasasi dengan kembali mencantumkan restitusi sebagai salah satu memori pokok dalam memori kasasi," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Terbit dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus TPPO berkaitan dengan adanya kerangkeng manusia di kediamannya.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua Andriansyah saat membacakan vonis di PN Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Senin (8/7/2024).
Dalam amar putusannya, majelis hakim meminta agar hak serta harkat martabat terdakwa Terbit Rencana Perangin-Angin dalam perkara ini dipulihkan.
Untuk diketahu, kasus yang menjerat Terbit Rencana Perangin Angin-angin berawal dari penemuan praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadinya, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 19 Januari 2022.
Baca Juga: Fakta-fakta Eks Bupati Langkat Lolos Dari Tuntutan 14 Tahun Penjara Di Kasus 'Kerangkeng Manusia'
Kerangkeng manusia itu disebutkan bakal digunakan untuk 'memenjarakan' pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit Rencana Perangin-Angin.
Terkait itu, Terbit Rencana Perangin-Angin mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6 meter x 6 meter yang terbagi dalam dua kamar itu menjadi sel membina pelaku penyalahgunaan narkoba.
Namun, polisi menyebut kerangkeng manusia tersebut belum memiliki izin. Sementara Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan kerangkeng di rumah Terbit Rencana Perangin-Angin tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi.
“Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," jelas Andriansyah.
Terkait itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Langkat Hendra Abdi Sinaga menegaskan pihaknya akan melakukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas tersebut.
“JPU Kejari Langkat di persidangan telah menyatakan kasasi," tegas dia.
JPU sebelumnya telah menuntut terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka diganti penjara enam bulan.
Selain itu, kata Hendra, pihaknya juga membebankan terdakwa membayar biaya restitusi untuk sebelas korban maupun ahli waris sebesar Rp 2,3 miliar.
JPU menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 2 Jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana surat dakwaan keempat.