Suara.com - Nama Habib Bahar bin Smith baru-baru ini hangat jadi perbincangan. Hal itu lantaran nasab atau garis keturunan dia yang diragukan masih segaris dengan Nabi Muhammad SAW.
Gegara hal itu tak sedikit yang penasaran dengan asal Habib Bahar bin Smith hingga bagaimana sebetulnya garis keturunannya hingga bisa kepada Rasulullah.
Asal Habib Bahar bin Smith
Mengutip dari wikipedia, Habib Bahar bin Smith berasal dari Manado, Sulawesi Utara.
Baca Juga: Usia Berapa Bayi Jalani Tedak Siten? Ini Penjelasan dan Rangkaian Upacara Lengkapnya
Pria kelahiran 23 Juli 1985 ini memiliki nama lengkap Sayyid Bahar bin Ali bin Smith.
Pendakwah yang kini tinggal di Bogor tersebut merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara.
Ayahnya bernama Sayyid Ali bin Alwi bin Smith sementara ibunya bernama Isnawati Ali yang berasal dari Minahasa Selatan.
Sosok yang akrab disapa Habib Bahar bin Smith ini merupakan lulusan ponpes Alkhairaat Manado. Ia diketahui juga pernah nyantri di Darul Lughah Wadda'wah Bangil, Kabupaten Pasuruhan, Jawa Timur.
Pria yang identik dengan rambut panjangnya yang berwarna pirang ini diketahui menikahi seorang Syarifah bermarga Aal Balghaits bernama Fadlun Faisal Balghoits pada 2009 silam.
Baca Juga: Sejarah Tradisi Tedak Siten yang Biasa Dilakukan Masyarakat di Jawa
Dari pernikahannya, Habib Bahar bin Smith dikaruniai empat anak yaitu Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin Smith, Syarifah Aliyah Zharah Hayat Smith, Syarifah Ghaziyatul Gaza Smith serta Sayyid Muhammad Rizieq Ali bin Smith.
Garis Keturunan Habib Bahar bin Smith
Bila menilik nasabnya, sosok Habib Bahar bin Smith disebut masih memiliki keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Hal itu bahkan telah diterangkan dan ditegaskan oleh Ustaz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS.
Pengakuan itu diterangkan UAS ketika berkunjung ke kediaman Habib Bahar bin Smith beberapa waktu silam.
Dikutip dari channel YouTube Habib Bahar bin Smith, saat itu, UAS memulai penjelasan terkait garis keturunan pendiri Majelis Pembela Rasulullah itu dari sosok bernama Muhammad Al Baqir.
Sayyidina Muhammad Al Baqir diketahui memiliki anak laki-laki bernama Sayyidina Ja'far Assadiq. Kemudian dari Sayyidina Ja'far Assadiq memiliki putra bernama Musa Al Kadim, Ali Al Uraydi serta Ismail.
"Garis keturunan itu kemudian tersambung hingga ke Isa ar Rumi. Jadi dari anak ketiga tadi punya anak namanya Muhammad An Naqib lalu punya anak namanya Isa ar Rumi," terang UAS.
Dari Isa ar Rumi ini kemudian bila dirunut sampai ke Al Muhajir.
"Jadi Isa ar Rumi ini memiliki anak bernama Ahmad bin Isa ar Rumi. Dia kemudian hijrah dari Irak ke Yaman kemudian disebut dengan Al Muhajir," imbuhnya.
Ahmad bin Isa ar Rumi ini kemudian memiliki anak bernama Ubaidullah. Ubaidullah itu mempunyai anak laki-laki bernama Alwi.
"Keturunan dari Alawi ini hingga kini tersambung ke Nabi Muhammad SAW. Keturunan Alawi ini disebut Ba'alawi, dari situ muncul bermacam marga yang dikenal seperti sekarang hingga sampai ke Nusantara ada As Saqaf hingga Sumaith atau yang dikenal di sini bin Smith," tukasnya.
Asal Marga Smith
Merujuk pada unggahan Tirto.id yang mengutip dari buku Anne Bang bertajuk Sufis and Scholars of the Sea: Family Networks in East Africa 1860-1925, berdasar silsilah Alawiyyin atau kaum yang berkaitan dengan Rasulullah, keluarga Sumayt atau Smith merupakan cabang yang relatif kecil.
Marga Smith disebutkan dalam buku tersebut adalah keturunan Ali bin Abu Thalib yang jamak diketahui merupakan suami dari Fatimah az-Zahra, putri dari Rasulullah.
Marga Smith berasal dari Hadramaut, Yaman. Karena tersebar di berbagai negara, penyebutan marga ini memiliki variasi ada yang menyebut Semit, Semaith, Sumait, Sumayth hingga Smith.
Masih merujuk di tulisan yang sama, menurut Asisten Profesor Kajian Islam dan Timur Tengah dari New York University, Prof. Ismail Fajrie Alatas
marga Smith bukan gelombang awal keluarga keturunan nabi yang menjejakkan kakinya ke nusantara.
Ia menduga orang-orang dari marga Smith ini datang ke Hindia Belanda kala itu pada periode setelah dibukanya Terusan Suez yang bersamaan dengan beroperasinya kapal uap pada pertengahan abad ke-19.