Menghadapi berbagai permasalahan kependudukan dan kesehatan reproduksi dewasa ini, PKBI menyatakan bahwa pengembangan berbagai programnya didasarkan pada pendekatan yang berbasis hak sensitif gender dan peningkatan kualitas pelayanan serta keberpihakan kepada masyarakat miskin dan marjinal melalui semboyan “berjuang untuk pemenuhan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi”.
Kepekaan dan kepedulian PKBI terhadap masalah kesehatan perempuan pada gilirannya menyadarkan masyarakat untuk menempatkan KB dalam perspektif yang lebih luas, yaitu kesehatan reproduksi. Kerja keras yang terus menerus membuahkan pengakuan dunia terhadap eksistensi PKBI. Pada tahun 1969 PKBI mencatat sejarah baru sebagai anggota penuh IPPF, sebuah lembaga federasi internasional beranggotakan 184 negara yang memperjuangkan pemenuhan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi bagi masyarakat di seluruh dunia.
Perjuangan PKBI dalam mewujudkan keluarga sejahtera melalui program KB mulai direspon oleh Pemerintah. Pada bulan Oktober 1969, Pemerintah Indonesia mendirikan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Awal berdirinya, LKBN diberi tugas memberi pelayanan KB di Jawa dan Bali. PKBI tetap menjalankan peran utamanya yaitu menyelenggarakan pelatihan, riset, sosialisasi dan pelayanan KB di beberapa wilayah lainnya. Pada tahun 1970, Pemerintah merubah LKBN menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), sekarang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Sejak masa itu, KB dipandang sebagai bagian integral dari pembangunan Indonesia.
Setelah melalui lima dasawarsa, PKBI kini berada di 26 Provinsi mencakup 249 Kabupaten/Kota di Indonesia. Tantangan PKBI saat ini adalah terus konsisten dan berinovasi dalam memperjuangkan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi untuk seluruh masyarakat khususnya untuk kelompok yang terpinggirkan.