Suara.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, menilai jika tak semua apa yang ada di zaman Orde Baru atau Orba buruk untuk dilakukan kembali di era sekarang.
Hal itu disampaikan Luluk ketika ditanya awak media soal diubahnya nama Dewan Pertimbang Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dalam Revisi UU Wantimpres. DPA sendiri pernah ada di zaman Orba.
"Ya, oke, gini ya, orde baru selalu masih menarik ya, jadi ada bagian dari orde baru yang juga tidak jelek sebenarnya ya," kata Luluk di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Ia mengaku memahami memang dulu Orba sangat dikritik oleh masyarakat. Terlebih juga sekarang masih ada anasir-anasir Orba yang bermunculan.
Baca Juga: Djarot Sindir Bobby Didukung Banyak Parpol Gegara Mertua, Luluk PKB: Tahu Sama Tahu Lah Ya
Namun, kata dia, tidak semua dalam lembaga di era Orba itu tak bagus. Salah satunya seperti DPA.
"Namun beberapa hal yang terkait dengan kelembagaan negara tidak semuanya juga ngak bagus. Kayak Dewan Pertimbangan Agung sebenarnya itu bagus memberikan landasan konstitusional yang sangat kuat, bagi institusi ini, karena dia kan dianggap sebagai seperti kayak lembaga tinggi negara yang lain gitu ya," katanya.
"Kemudian punya fungsi memberikan pertimbangan kepada negara tentu melalui presiden, makanya namannya bukan Wantimpres tetapi tentu kepada presiden tetapi konteksnya adalah memberikan pertimbangan juga kepada negara dan proses seleksinya kemudian juga penunjukkannya itu adl melalui suatu proses yang menurut saya sangat-sangat ketat lah," sambungnya.
Ia menegaskan, jika nantinya DPA memilih semangat yang lebih besar ketimbang Wantimpres.
Baca Juga: Wantimpres Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Karena Ada Permintaan Prabowo?
"Nah konteks soal kembali ke orba ya ini pandangan publik boleh jg tetapi semangatnya saya kira lebih dari sekedar Wantimpres walaupun lebih kurang tetap memberikan masukan dan juga bahkan nasehat misalnya kepada presiden. Kalau dari sisi itu sih tidak lebih sama," katanya.
"Tapi dari sisi nomenklaturnya memang agak sedikit berbeda. Jadi memberikan bobot yang lebih kuat kepada fungsi dan kedudukan Dewan Pertimbangan Agung ketimbang Dewan Pertimbangan Presiden," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas, membantah adanya usulan pengubahan nama Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) lewat Revisi Undang-Undang Watimpres karena permintaan dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Terlebih mengenai jumlah anggota DPA nantinya yang dipilih Presiden tak terbatas.
"Nggak ada (permintaan dari Prabowo), itu kita, kita berpikiran bahwa yang begini begini tidak perlu ada limitasi, kita serahkan kepada presiden karena kita menganut sistem presidensial," kata Supratman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Ia mengaku, jika pihaknya ingin mengembalikan sistem negara Indonesia dengan Revisi UU Wantimpres.
"Nah sekarang kalau dulu awal awal reformasi itu kan parlemen heavy semuanya parlemen harus ini, padahal sistem kita adalah sistem presidensial. Harusnya di presiden yang menjadi pusat segala sesuatunya sehingga lebih mudah untuk meminta pertanggungjawaban terkait pelaksanaan program pembangunan," tuturnya.
Sementara itu, ketika ditanya mengenai pemerintah yang dinyatakan setuju agar UU Wantimpres direvisi, Supratman tak bisa menjawab secara jelas.
"Ya, kementerian," katanya.
"Nanti saya akan sampaikan," sambungnya.
Lebih lanjut, ketika ditanya apakah nantinya ada aturan agar DPA diisi oleh mantan Presiden, Supratman menjawab jika hal itu merupakan kewenangan presiden nantinya.
"Saya tidak tahu kalau itu. Sekali lagi kalau itu tanyakan ke presiden, saya buatnya membuat regulasi soal siapa dan kriterianya yang kami tentukan, orangnya siapa, latar belakangnya apa kami tidak tahu," pungkasnya.
Sebelumnya, DPR RI lewat Badan Legislasi (Baleg) mengambil keputusan agar draf Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU nomor 19 tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi RUU inisiatif DPR.
Pengambilan keputusan itu dilakukan dalam rapat Baleg DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Dalam perjalanan rapat, 9 fraksi di DPR RI tanpa penolakan dan catatan menyetujui agar hal itu segera dibawa ke paripurna untuk dijadikan RUU Inisiatif DPR.