Suara.com - Kasus pemerasan terhadap Selebgram Ria Ricis yang dilakukan oleh tersangka AP (29) terus diusut oleh kepolisian. Kekinian, bekas kasus mantan sekuriti Ria Ricis itu kini telah dilimpahkan penyidik Polri ke pihak kejaksaan.
Soal pelimpahan berkas perkara AP itu diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi.
"Berkas perkara telah dikirim oleh penyidik ke Kejaksaan Tinggi DKI kemarin hari Senin tanggal 8 Juli 2024," ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (9/7/2024)
Ade Ary menjelaskan, pihaknya masih menunggu hasil penelitian dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terkait berkas tersebut.
"Nanti dilakukan penelitian oleh jaksa, kemudian ada 'feedback' kembali apakah berkasnya lengkap atau tidak," katanya.
Ditangkap di Rumah
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya telah menangkap terduga pelaku yang mengancam dan melakukan pemerasan terhadap Ria Ricis.
"Pada Senin (10/6) pukul 01.20 WIB dini hari, tim penyidik berhasil melakukan upaya paksa, penangkapan tersangka AP (29) di rumahnya, Kelurahan Cipayung, Jakarta Timur," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjutak di Jakarta, Selasa (11/6).
Ade Safri juga menyebutkan motif sementara tersangka AP (29) melakukan pemerasan dan pengancaman terhadap Ria Ricis adalah ekonomi.
Baca Juga: Tersangka Pemeras Ria Ricis Gunakan Nomor Rekening Tetangga untuk Minta Tebusan Rp300 Juta
"Jadi sementara ini untuk motif tersangka AP dalam melakukan tindak pidana yang terjadi motifnya ekonomi," katanya.
Ade Safri menjelaskan untuk modus operandi yang dilakukan oleh tersangka AP adalah melakukan akses ilegal atau meretas sistem elektronik yang berisi informasi ataupun dokumen elektronik pribadi milik pelapor.
"Ini digunakan untuk melakukan pengancaman melalui media elektronik kepada korban yang dilakukan melalui perantara manager ataupun asisten korban untuk meminta korbannya memberikan uang sebesar Rp300 juta," katanya.
Dalam kasus ini, AP resmi ditetaokan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 27B ayat (2) juncto Pasal 45 dan/atau Pasal 30 ayat (2) juncto Pasal 46 dan/atau Pasal 32 ayat (1) juncto Pasal 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Dengan ancaman penjara maksimal delapan tahun dan denda maksimal Rp2 miliar," kata Ade Safri.