Suara.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Simanjuntak, menjelaskan alasan pihaknya menyebut motif tamak sebagai hal memberatkan dalam menuntut terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dia menegaskan bahwa sebagai jaksa penuntut umum, pihaknya tidak memasukkan motif tamak dalam hal memberatkan tuntutan untuk menghina SYL.
“Bahwa penuntut umum tidak pernah sedikit pun berniat menghina atau mencari sensasi, karena yang disampaikan dalam persidangan seluruhnya adalah murni fakta,” kata Meyer di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/7/2024).
Kalau jaksa memiliki niat untuk menghina mantan Menteri Pertanian itu, Meyer menyebut pihaknya bisa saja mengungkapkan seluruh barang bukti, termasuk isi ponsel SYL yang sudah dikloning.
Baca Juga: Kasus Pemerasan di Rutan, Kabiro SDM KPK Diperiksa Jadi Saksi
“Penuntut umum bisa saja menampilkan seluruh isi chat yang ada dalam HP tersebut, tapi penuntut umum dengan sabar dan sadar membatasi diri dengan tidak melakukannya oleh karena perkara ini yang saat ini disidangkan terhadap terdakwa adalah tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana perselingkuhan atau kesusilaan,” tutur Meyer.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa motif tamak SYL bisa dilihat dari langkahnya meminta cucunya, Andi Tenri Bilang alias Bibi untuk bekerja di Kementerian Pertanian.
“Ketamakan terdakwa juga dapat dilihat dari perbuatan terdakwa yang meminta cucunya menjadi tenaga ahli di biro hukum Kementan RI, meskipun pada saat itu cucu terdakwa baru lulus kuliah, tidak memiliki keahlian apalagi pengalaman,” ujar Meyer.
“Terdakwa juga meminta uang bulanan bagi istri terdakwa, kakak terdakwa, dan biduan yang seluruhnya hanya makan gaji buta tanpa bekerja,” katanya menambahkan.
Sebelumnya, Meyer menjelaskan salah satu hal memberatkan bagi SYL ialah tidak berterusterang dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Baca Juga: Bikin Negara Rugi Rp 19 Miliar, KPK Usut Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami
“Terdakwa selaku menteri telah mencideriai kepercayaan masyarakat Indonesia,” kata Meyer di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Selain itu, hal memberatkan lainnya ialah SYL dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana korupsi yang dilakukan SYL disebut karena motif ketamakan.
Dituntut 12 Tahun
Sebelumnya Jaksa KPK menuntut mantan Menteri Pertanian SYL dihukum pidana penjara selama 12 tahun karena dianggap bersalah dalam kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata jaksa Meyer Simanjuntak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Jaksa juga menuntut agar SYL dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
“Membebankan kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu subsider 4 tahun penjara,” tandas Meyer.
Sekadar informasi, Syahrul Yasin Limpo saat ini sedang menjalani sidang dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan dakwaan melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.