Putaran Harapan dari Mesin Jahit di Balik Reruntuhan Bangunan Gaza

Chandra Iswinarno Suara.Com
Sabtu, 06 Juli 2024 | 12:41 WIB
Putaran Harapan dari Mesin Jahit di Balik Reruntuhan Bangunan Gaza
Aktivitas di pabrik konveksi di salah satu reruntuhan bangunan Gaza. [Tangkapan layar akun YouTube Reuters]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Operasi militer Israel yang meluluhlantakan Gaza menjadi momok menakutkan bagi warga Palestina dalam beberapa waktu terakhir. Hampir 2,3 juta penduduk yang tinggal di Jalur Gaza kehilangan rumah.

Akibatnya sebagian besar Warga Gaza memilih berdesakan tinggal di tenda-tenda pengungsian. Tak hanya itu, mereka juga harus berjuang untuk mendapat sedikit makanan dan barang-barang yang ada di pasar-pasar jalanan di tengah reruntuhan.

Di balik keputusasaan sebagian besar Warga Gaza, nampaknya masih ada secercah harapan untuk membantu sedikit perekonomian di wilayah tersebut.

Adalah Omar Samer Shaat, penguasa Palestina, yang berusaha mengumpulkan warga dan pekerja untuk tetap membantu perekonomian di wilayah tersebut. Ia berinisiasi membuka pabrik konveksi seadanya di balik tembok bangunan di wilayah Gaza yang hancur.

Baca Juga: Tahanan Palestina Tewas Disiksa di Penjara Israel, Direktur RS Al-Shifa Bersaksi

Suara mesin jahit yang berputar di tengah hiruk pikuk pekerja dalam ruang sesak tak henti-hentinya terdengar dari ruang atas.

"Saya membuka pabrik ini untuk para pengungsi, sehingga mereka bisa bekerja dan saya bisa menciptakan lapangan kerja untuk (mereka)," kata Omar seperti dikutip Gulftimes.

Omar Samer sebelumnya memiliki pabrik konveksi di Rafah. Sayang, pabriknya menjadi sasaran bombardir rudal Israel yang menyasar bangunan apa pun di Kawasan Gaza Selatan.

Meski reruntugan bangunan pabriknya kini tinggal kenangan, Omar berusah mengais sejumlah benda yang masih berfungsi untuk bisa terus memroduksi pakaian. Alhasil, mesin, kain, benang dan bahan lainnya yang masih utuh berhasil diambilnya.

Sejak itu, ia memutuskan untuk memulai bengkel baru di dekat Khan Younis. Tak hanya itu, ia juga menawarkan pekerjaan kepada penjahit yang terpaksa mengungsi akibat pertempuran.

Baca Juga: Sosok Petinggi Israel Bezalel Smotrich Disebut Jadi Dalang Genosida Di Palestina

Dalam pabrik seadanya, para pekerja melakukan pekerjaannya di meja dengan penerangan bola lampu yang digantung di langit-langit. Pakaian diletakkan dengan hati-hati di lantai, dengan gunting dan benang di dekat tangan.

Keterbatasan warga untuk mendapat pakaian kian menjadi tatkala Israel memberlakukan pengepungan ketat di Gaza pada awal konflik. Negeri zionis itu hanya mengizinkan masuknya sejumlah pasokan kemanusiaan. Alhasil, barang-barang biasa seperti pakaian menjadi terbatas.

"Penyeberangan perbatasan telah ditutup selama beberapa waktu. Pakaian siap pakai tidak masuk. Begitu pula dengan kain atau apa pun. Kami memutuskan untuk membuka pabrik ini di rumah kumuh ini agar bisa berproduksi untuk masyarakat," katanya.

Seorang penjahit di pabrik tersebut, Sami Hassouna memgaku terpaksa tinggalkan rumahnya dan berlindung di kawasan dekat Universitas Al-Aqsa sekitar satu jam perjalanan.

"Kami mengambil mesin, kain dan jarum, semuanya kami ambil dari bawah reruntuhan. Tapi kita butuh kesinambungan dan ini perlu masuknya bahan baku baru," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI