Suara.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara (DKPP) RI memberikan sanksi pemecatan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari karena terbukti melakukan pelecehan seksual kepada anggota PPLN Den Haag, berinisial CAT.
Terkait itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Silfester Matutina, mengapresiasi putusan DKPP.
"Kami mengapresiasi apa yang dilakukan DKPP, karena itu memang sesuai dengan prosedur, hukum, dan etika serta moral yang berlaku," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (5/7/2024).
Silfestar mengatakan keputusan tersebut sangat tepat, berimbang. Keputusan ini kata dia, juga membuktikan bahwa siapapun yang melakukan kesalahan, harus dihukum sesuai dengan apa yang diperbuat.
Baca Juga: Kuasa Hukum Beberkan Maksud SYL Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi dan Surya Paloh di Sidang
Dengan adanya keputusan tersebut Silfestar menyebut telah membuktikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menyokong KPU dan Mahkamah Konstitusi selama Pemilu 2024.
"Selama ini banyak orang mengatakan bahwa ada 'cawe-cawe' Pak Jokowi di KPU dan Mahkamah Konstitusi. Kemarin dibuktikan bahwa Presiden Jokowi dalam hal ini tidak mem-backup Ketua KPU," katanya.
Lanjut dia, terlepas dari kesuksesan Pemilu yang lalu, ada masalah pribadi dari Ketua KPU yang menyalahi aturan, etika dan moral. Dia meyakini pemberhentian Ketua KPU tidak akan mempengaruhi Pilkada Serentak pada November 2024.
Putusan DKPP
Sebelumnya DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap untuk Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari terkait kasus dugaan asusila.
Baca Juga: Ketua Paguyuban Ini Lebih Pilih Kaesang Ketimbang Anies di Pilgub Jakarta
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu (3/7).
Selain itu DKPP RI mengabulkan pengaduan pengadu seluruhnya, dan meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mengganti Hasyim dalam kurun waktu 7 hari sejak putusan dibacakan.
"Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan," ujarnya.
Terakhir, DKPP RI meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut. (Antara)