Suara.com - Terdakwa kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengaku rumahnya di Makassar masih sering kebanjiran. Hal itu dia sampaikan saat membacakan pleidoi atau nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Awalnya, SYL mengaku tidak memiliki perilaku koruptif sebagai birokrat sejak menjadi kepala daerah hingga Menteri Pertanian.
Dia menjelaskan bahwa jika dirinya memiliki perilaku koruptif, maka pasti dia sudah melakukannya saat menjadi kepala daerah.
“Apabila hal tersebut terjadi, dengan rentang waktu karier saya sebagai birokrat yang panjang, saya pasti akan sudah menjadi salah satu orang yang sangat punya kekayaan,” kata SYL di ruang sidang, Jumat (5/7/2024).
Kemudian, dengan suara bergetar seperti terisak menahan tangis, SYL mengaku rumahnya di Makassar masih sering kebanjiran.
“Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran, Bapak, yang di Makassar itu. Saya nggak biasa disogok-sogok orang,” tandas SYL.
Sebelumnya Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Menteri Pertanian SYL dihukum pidana penjara selama 12 tahun karena dianggap bersalah dalam kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian.
“Menjatuh pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo berupa pidana penjara selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata jaksa Meyer Simanjuntak di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Jaksa juga menuntut agar SYL dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Baca Juga: SYL: Apakah karena Alasan Politik, Saya Dijadikan Target Proses Hukum?
“Membebankan kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu subsider 4 tahun penjara,” tandas Meyer.