Suara.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PAN yang juga merupakan mantan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan di DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2024).
Dalam pertemuan tersebut Bamsoet mengaku membahas soal demokrasi di Indonesia.
Bamsoet mengatakan Zulhas sempat menyampaikan harga demokrasi Indonesia semakin mahal lantaran Pemilu Presiden dilakukan secara langsung. Namun bukan berarti mekanisme Pilpres harus diubah dan dikembalilan ke MPR.
“Kita sama-sama prihatin bahwa demokrasi kita hari ini ternyata memang mahal sekali. Itu yang menjadi perhatian, tapi bukan berarti kita mengubah pilpres menjadi kembali ke MPR, itu pandangan dari Pak Zul,” kata Bamsoet, Rabu (3/7/2024).
Baca Juga: Ungkit Kasus Setnov, Anggota DPR Sebut KPK Bak Teroris: Menakutkan!
Bamsoet mengatakan perlu adanya perubahan yang dilakukan secara bertahap untuk mengembalikan sistem demokrasi agar biayanya tidak semakin mahal.
“Kita harus memikirkan bagaimana melakukan perubahan harus gradual, bertahap, untuk mengembalikan sistem demokrasi kita dan jati diri bangsa kita, dan juga tidak mahal seperti yang kita terjebak,” kata Bamsoet.
“Sekarang terjebak dalam demokrasi angka-angka, ini yang kita bicarakan kepada Pak Zul,” tambahnya.
Amien Rais Setuju
Sebelumnya Amien Rais setuju jika MPR RI kembalikan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ke lembaganya. Asalkan hal itu dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
"Nah, jadi sekarang kalau mau dikembalikan, dipilih MPR, mengapa tidak ya," kata Amien usai silaturami kebangsaan dengan pimpinan MPR RI di Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6).
Ia lantas menyampaikan permohonan maaf ke publik pernah melakukan amendemen ketika menjadi Ketua MPR RI mengubah mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ke rakyat.
Ternyata justru yang terjadi kekinian politik uang merajalela. Sesuatu hal yang tak pernah ada dipikiran Amien hal itu akan terjadi.
"Jadi dulu itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih. Mana mungkin, perlu puluhan, ratusan triliun, enggak, ternyata mungkin, gitu lah. Memang itu luar biasa kita ini, ya," katanya.
Ia mengatakan, amendemen UUD 1945 mengenai mekanisme pemilihan presiden dan wakilnya boleh saja dilakukan. Tapi dengan pertimbangan yang matang.