Suara.com - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai Presiden Joko Widodo tidak perlu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial beras (bansos) beras presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020.
Dia menilai Jokowi tidak berkaitan langsung, meski KPK sudah membenarkan bahwa dalam kasus dugaan korupsi bansos tersebut turut meliputi pembagian bansos yang dilakukan oleh Jokowi.
“Presiden tidak perlu diperiksa lah sebagai saksi, tidak ada hubungannya dengan perkara ini,” kata Yudi kepada Suara.com, Senin (1/7/2024).
Sebab, kata dia, perkara ini mesti fokus pada orang-orang yang terlibat, baik sebagai saksi maupun tersangska, termasuk pihak swasta sebagai vendor dan ASN yang terkait pada pengadaan bansos tersebut.
Baca Juga: Disindir Kaesang, Ini Perbedaan Bansos Jokowi vs Bansos Covid-19 yang Dikorupsi
“Justru saya berharap dua hal, agar KPK telusuri aset-aset pihak yang terlibat dan gunakan penerapan hukuman maksimal pasal 2 UU Tipikor tentang kerugian negara, yaitu ancaman hukuman mati,” ujar Yudi.
Menurut dia, ancaman hukuman mati patut diterapkan lantaran korupsi bansos ini diduga dilakukan pada saat keadaan luar biasa, yaitu pandemi Covid-19.
“Covid sudah ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang penerapan bencana nonalam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional,” tandas Yudi.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengonfirmasi bahwa Jokowi turut membagikan bansos presiden untuk Covid-19 yang diduga dikorupsi.
“Betul bahwa bantuan yang sedang dilakukan penyidikan adalah yang salah satunya yang diberikan oleh Bapak Presiden kepada masyarakat,” kata Tessa, Jumat (28/6/2024).
Saat ini, KPK sudah menetapkan seorang tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur Utama Mitra Energi Persada (MEP) Ivo Wongkaren (IW).
Sekadar informasi, kasus ini diawali dari laporan masyarakat saat lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020 Kementerian Sosial. KPK kemudian menindaklanjuti laporan tersebut.
Menurut Tessa, kasus ini terjadi dengan modus pengurangan kualitas bansos beras presiden yang disalurkan kepada masyarakat sebagai program penanganan Covid-19.